Wisata Kuliner Walahar Karawang diasosiasikan dengan wisata kuliner khas Sunda. Makanan enak tapi murah meriah harus dicari dan dikejar. Apalagi kalau dibilang lokasinya ada di tempat bersejarah.
Jadi dobel dorongan buat datang ke tempat tersebut. Itu prinsip buat aku. Tukang makan banget deh, he.. he…
Sasarannya adalah rumah makan gaya Sunda dengan pepes jambal di sekitar Bendung Walahar Karawang. Cocok kan wisata kuliner sekaligus wisata sejarah di rumah makan spesialisasi pepes RM H. Dirja.
Pepes Jambal H. Dirja Walahar
Siapa yang suka pepes? Pepes salah satu jenis makanan khas Indonesia. Lebih tepatnya sih makanan sunda. Daerah lain pun juga punya makanan sejenis pepes misalnya di Bengkulu namanya pendap, tentu dengan bumbu berbeda.
Nah, suatu waktu ketemu dengan sebuah artikel jalan-jalan. Dari tulisan ini dapat cerita bahwa di Karawang ada rumah makan terkenal yang menyediakan aneka pepes yang juara nikmatnya. Dan bonusnya yaitu ada pula bendungan tua peninggalan Belanda yang masih sangat bagus dan masih berfungsi. Ini yang membuatku terus menggugah suami untuk datang ke Karawang Timur.
Jadi, lama sesudahnya barulah kami ada kesempatan meluncur ke Karawang.
Itu terjadi di suatu pagi hari Senin setelah mengantar anak-anak ke sekolah. Saat itu aku dan suami ambil cuti bersamaan (pacaran pagi-pagi wk.. wk..).
Melihat angka kurang lebih 60 kilometer yang harus ditempuh dari rumah kami di satelit kota Jakarta ke Karawang agak bikin berpikir alangkah jauhnya.
Tapi pengalaman dan usaha mencapainya itu akan sangat sebanding bila makanannya enak. Padahal sih dalam hati juga menyiapkan diri agar tak kecewa bila yang didapat tak sesuai harapan.
Rute jalan ke Bendungan Walahar
Arus lalu lintas dari ibukota ke arah Karawang Timur di Senin pagi itu di luar dugaan sangatlah lancar. Perjalanan terasa singkat. Kok tiba-tiba saja sudah keluar dari tol.
Dari pintu keluar tol Karawang Timur lurus saja menuju ke arah Klari. Petunjuk jalan lengkap banget.
Ikuti petunjuk berbelok ke kanan ke Walahar dan danau Cipule, kalau belok ke kiri adalah jalan ke arah Candi Jiwa dan Blandongan.
Lalu beberapa ratus meter sesudahnya belok ke kanan lagi sampai menyusuri pinggir sungai. Sempat sih tersasar dan mentok di sebuah pabrik. Rupanya ada perbaikan jalan, pantaslah nggak ketemu jalannya. Setelah berputar kami kembali ke jalan yang benar.
Inilah sungai Citarum, tak terlalu lebar sungainya. Tepi sungai rapi dibeton, lalu terlihat pintu air kecil bergaya kuno. Eh, tapi bukan itu bendungannya, berbeda dengan di foto. Bangunan pintu air itu membuat seolah-olah sedang berada di Eropa.
Kami terus menyusuri jalan dan melihat sebuah pintu air lagi. Dan akhirnya jalan susur sungai berakhir dan harus berbelok melintas jembatan. Jembatannya kecil jadi harus antri. Di ujung jalan itu tampak sosok gagah bangunan utama Bendungan Walahar.
Mobil diparkir dulu dan asyik ambil foto dari sisi ini sambil menunggu jam makan siang.
Rumah makan H. Dirja ada di ujung lain dari jembatan bendungan.
Ke rumah makan itu harus melewati bendungan yang hanya cukup untuk satu mobil. Makanya harus sabar bergantian. Dipandu seorang anak muda melewati tiang-tiang yang sangat sempit, untungnya mobil bisa melalui walau harus melipat kaca spion. Pas-pasan sekali. Deg-degan deh.
Rumah makan H. Dirja yang terkenal dengan aneka pepesnya ini kabarnya sudah sangat lama berdiri.
Teman bloger mbak Inna Riana bilang di masa kecil 20an tahun lalu sering makan di sini. Pasti para pecinta kuliner pun tak merasa asing lagi dengannya. Liputan kuliner di telivisi sudah sering mengulasnya. Salah satu ahli kuliner Indonesia Bapak Bondan Winarno mak nyus pun sudah pernah jajal makan di sini.
Areal rumah makan cukup luas cukup untuk beberapa saung dan parkir. Kebun yang mengelilingi sederhana saja tanpa tatanan istimewa. Suasana rumah makan masih sepi, kami pengunjung pertama yang datang. Jika hari libur atau akhir pekan kabarnya tempat ini ramai sekali.
Masuk ke dalam bangunan terbuka langsung berhadapan dengan meja panjang yang di atasnya diletakkan nampan-nampan kecil berisi bungkusan pepes. Pepes jambal baru matang dan ditata di nampan yang masih kosong. Pepes yang tersedia bermacam-macam jenis. Ada pepes jamur, tahu, oncom, teri, peda, ayam, ati ampela dan jambal. Silahkan pilih sendiri sesuai selera, petugas akan membantu membawakan ke meja kita.
Inilah pilihan kami di antara sekian banyak menu yang juga menyediakan ayam dan ikan gurame. Pilihan yang sangat sederhana untuk makan siang dua orang sepuh.
Kami berdua pesan tiga jenis pepes yaitu pepes tahu, jamur dan jambal. Juga karedok, sayur asem dan tempe goreng. Nasinya dibungkus daun pisang dan diikat karet he.. he.. biar praktis ya. Nasi jadi wangi aroma daun pisang.
Orang bilang sambal itu yang paling pegang peranan melariskan rumah makan. Memang sambalnya rumah makan H. Dirja mantap banget, pedasnya pas. Ambil secolek sambal dengan lalapan dan tempe gorengnya. Langsung deh kesan pertama rasanya tak hanya marlakiak pinggol niba (bhs Batak : pedasnya sampai ke kuping) tapi semua pori-pori di ubun-ubun itu serasa terbuka. Huh hah deh…
Pepes jambalnya yang terkenal itu memang nikmat. Pepes jambal terasa sedikit berminyak alami dari daging ikannya. Campuran bumbu yang dihaluskan sangat medok. Kuduga bumbu halus itu paduan aneka rimpang, kemiri dan duo bawang dan cabe merah, ditambah bumbu iris. Sayur asam dan karedoknya pun pas. Pepes Jamur dahsyat, bumbunya mantap hampir mirip dengan rasa pepes jambal dan ada aroma kayu bakar. Isinya pun banyak. Rasanya unik.
Pokoknya puas makan di sini. Tak heran walau lokasi rumah makan ini jauh dari pusat keramaian ia tetap mampu memikat hati dan lidah penggemar makanan lezat.
Jalan perlintasan di tengah bangunan dengan bentuk lengkung atap dan tiang-tiang langsing, klasik .
Sekarang cerita dari sisi bangunannya yuk.
Karawang adalah daerah lumbung beras. Maksudnya produksi beras di sini cukup tinggi. Sejak dulu penduduknya mengandalkan persawahan sebagai mata pencarian utama. Mungkin memang tanahnya cocok buat bersawah, apalagi wilayahnya dilewati oleh sungai berair deras.
Bendungan Walahar letaknya di desa Walahar, Klari, Karawang, Jawa Barat. Dari plat nama di atas pintu masuk bendungan tertera sedikit informasi. Bendungan ini mulai dipakai 30 Nopember 1925. Kegunaannya adalah untuk mengairi sawah seluas 87,396 hektar. Sungai yang dibendung adalah sungai Citarum. Kini bendungan adalah aset dari Perum Jasa Tirta II. Perusahaan BUMN ini bertugas menyelenggarakan pemanfaatan umum atas air dan sumber-sumber air dan mengelola daerah aliran sungai (DAS).
Coba mencari data lebih lanjut, bendungan mulai dibangun tahun 1923 dengan di bawah pengawasan ahli dari Belanda bernama C. Swaan Koopman. Bendungan Walahar membentuk waduk seluas ±15 hektar.
Terpampang di hadapan mata adalah sebuah bangunan kokoh berwarna kekuningan dengan tiang dan pagar dicat hijau. Bangunan bendungan terdiri dari 3 bagian. Bagian bawah adalah pintu penahan air yang berjumlah 5 pintu. Bagian kedua atau tengah adalah jembatan seluas 3 meter yang melintang di atas sungai Citarum. Di bagian ini di sisi atapnya berbentuk lengkung, ditambab tiang-tiang langsing menciptakan kecantikan tersendiri. Bagian ketiga merupakan ruang mesin untuk mengatur sistem bendungan.

Berdiri di pinggir jembatan di antara lalu lalang kendaraan membuat gamang, he.. he.. Ini gara-gara pengen mengambil foto pintu air lengkap dengan pengukur ketinggian muka air. Derasnya air mengalir melalui pintu air di bawah pun buat aku kekap erat smartphone, takut nyemplung. Oh ya, ada juga plang keterangan renovasi. Misalnya pintu 4 pernah direnovasi tahun 2004.
Salut banget deh dengan kekuatan konstruksinya. Bayangkan saja puluhan kendaraan besar kecil yang lewat di situ berpuluh tahun pasti beban dan getarannya tak sedikit.
Selain sebagai pengatur debit air sungai Citarum dan mengairi areal persawahan, bendungan juga untuk menahan air berlimpah di musim hujan. Juga bisa berfungsi sebagai sarana rekreasi, memancing dan wisata air lainnya.
Kuliner ini memang terkenal banget ya Mbak. Bolak balik baca tentang pepes walahar, yang ada cuman bisa nelan ludah haha. Ngiler pengen makan pepes jamur, jambal dan peda. Apalagi makannya pakai sambel dan sayur asem. Sluruupphh. Untung di sini ga ada jambal, kalo nggak bisa tiap hari aku makan jambal mulu haha
jambal itu emang enak dan gurih ya.
kalau di sana pengen pepes ikan apa yang kira2 cocok?
Wuih, pepesnya nampak menarik! (Tapi pedasnya sambal sih engga, hahaha 😛 )
nggak doyan sambal ya..?
supaya nggak kepedasan colek sedikit aja sambalnya, dijamin makannya jadi lahap
Iya terkenal banget warung makan ini Mbak. Memang makanannya dari fotonya pun sudah tampak sangat menggiurkan. Sudah beberapa artikel saya baca soal warung makan ini dan semua orang puas dengan rasa makanannya. Mudah-mudahan suatu hari nanti bisa main dan makan di sana, hehe.
Dan, bendungannya! Saya masih kagum banget dengan di tengahnya bisa ada jalan yang dapat dilalui. Artinya kan bendungan ini memang megah banget ya. Jelaslah kalau sungainya besar dan dalam seperti itu, apalagi sawah yang dilayani oleh bendungan ini memang luas banget. Masihkah ada plakat di bendungan ini yang dari tahun 1923 itu, Mbak? Kalau di Pintu Air Manggarai kan masih ada, apa di sini ada plakat peresmian atau semacamnya?
plang nama lamanya nggak ada kayaknya
yang di atas pintu utama itu udah buatan baru keliatannya walau masih pakai ejaan lama untuk Tjitarum
eh gara2 komen Gara ini aku kepengen liat Pintu Air Manggarai, boleh didatangi umum?
bangunan bendungannya masih terlihat kokoh ya bun. oh, itu pepes jambalnya menggoda sekali~ ????
salut emang sama bangunannya, kuat banget walau udah puluhan tahun dilewati kendaraan
Teramat sering baca & dengar cerita pepes walahar tapi belum kesampean kesitu ???? Dari foto2 Mbak Monda, nikmat sekali. Btw, pasangan sepuh, ya gak sepuh juga kali, Mbak. Hehe.
ha.. ha.. iya pasangan sepuh .. yang pengen makan enak tapi tetap harus pilih2 makanan yang relatif sehat
Kalo makanan enak walaupun jauh tetap dikejar. Pepes ini udah terkenal karena memang enak.
Semoga nanti bisa kesana.
iya da, ini tertarik ngejar ke sana ya karena sering banget diceritain
Kakak..itu pepes jambal nya..omg..pepes tahunya..*lap iler 😀 wkwk..udah lama banget nggak makan beginian..Aku coba buat ah..semoga sukses…
xi.. xi.. ayo berkreasi dengan ikan Eropa, jangan2 bisa sama enaknya
karedoknya kayanya enak banget ya, kurang kerupuk aja haha, jadi pengen 🙂
bener dengan tambahan kerupuk atau emping karedok bakal lebih enak
pepes ini ngetop bangettt, ngiler lihatnya.
sayang waktu sesepedahan ke walahar tidak sempat mampir makan disini
perlu diulang sekali lagi pak…
jangan hari libur sepertinya biar kebagian
Pepesnya menggodaaa
Keinget pepes tahuku yg aneh, hehehe
Jiah.., aneh bagaimana? setidaknya udah pernah coba
sering latihan buat pepes tahu biar makin jago
Aneka pepesnya bikin lapar aku kak hehe 😀 . Seandainya daun pisang gampang dibeli ditempatku pengen bikin deh 🙂 .
ah iya kendalanya daun pisang susah ya..
kalau dikukus aja nggak pakai daun rasanya kurang mantap ya Nel
Mbaaak…jadi kabita dengan pepes jambal dan tahunya!
Saya kurang suka jamur. Tapi itu makanan favorit Risa.
Jadi pilihan pepes mbak Monda disini, adalah gabungan dua selera. Saya dan Risa.
Hehehe…
Maaf ya mbak, baru datang lagi sekarang…mood nge-blognya masih belum stabil 🙂
mbak nggak apa2 nggak ke sini
tentu ngeblog harus lihat kesempatan lowong sehari2..
akupun baru bisa agak senggang blogwalking kok
jadi nggak suka jamur ya mbak ?
ok keep in mind,
kalau makanan yang nggak aku suka apa ya…, hampir nggak ada kayaknya
aneka pepes itu salah satu makanan kesukaan anak-anak saya. Kayaknya bakal lahap kalau makan di sana 🙂
wah hebat anak2 suka masakan daerah ya..
Ya ampuuuun… Jadi pengin makan pepes nih. Pepes itu sehat ya, Mbak. Ga perlu digoreng pakai minyak. Btw, namanya kalau di Kalsel pepes itu paisan. Misal pepes ikan patin jadi paisan patin 😀
Saya jadi kangen pepes bikinan mama saya 😀
wah jadi pengen cicip paisan patin ala Banjar deh, kira2 bumbunya sama nggak ya dengan pepes
Aduuuh….saya kemeceeeerrr….
Saya suka pepes mbak Monda.. aneka pepes asal ga terlalu pedes pasti jadi pilihan saya… Hm, jadi pengen ke sini juga ah, kapan2… ngerasain maknyuusnya pepes-pepes yg di sini.. Trims rekomennya mbak…
aduuh maaf bikin kepengenan ya.. he.. he..
Pepes jambal terlihat sedap apalagi dipadu sejarah pintu air kuning gonjreng, mantap mbak….
sekali datang bisa sekaligus dua obyek mbak he.. he..
BunMoooon, dari terminal Klari itu kan ada pertigaan lampu merah ya, kalo kanan dan luruuuus terus smp ketemu flyover, rumah Orin ada di sebelah kanan jalan lhooooo hihihihi. Dan meskipun udah jadi orang Karawang, blom sempat mencicipi kuliner menggiurkan ini, harus segera ngajakin AM ke sini nih
udah dekat rumah Orin toh.., kepengen mampir minta nasi tutug oncom
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Monda….
Makanannya banyak seperti bukan untuk dua orang. Cukup khasiatnya mbak kerana semua keperluan makan badan itu cukup. Sayur asamnya kedengaran enak ya mbak. Pasti lazat kerana saya suka kalau makan yang masam-masam. Sebutan jambal di sini (Sarawak) seperti “pais” untuk panggilan tempatannya. Memang lazat terutama dimakan ketika masih hangat.
Salam manis dari Sarikei, Sarawak. 🙂
wa alaikum salam wr wb
ha.. ha.. ketahuan deh kami makannya banyak, tapi ini porsi kecil lho kak..
sebutan pais sama dengan di daerah Sumatera dan Kalimantan kak
Marlakiak pinggol niba, hehehehe. Berarti aku mesti banget nih ke sana, penasaran sambelnyaaa!
Salam,
Aci.
dua pengalaman wisata sekaligus nih, kombinasi yang menyenangkan
Kemaren pas ke Kerawang nga keburu mampir ke warung pepes dan bendungan ini. Kelamaan nyasar nya hehehehe. Tapi lihat tampilan foto sudah kebayang dech nikmatnya. Semoga bisa mampir kesini dech, hehehe.. soalnya ini rumah makan ini cukup terkenal.
Senang dech baca kakak ama suami masih meluangkan waktu berkencan berdua.
musti diulang ke sini lagi Lin, pakai tol aja dijamin nggak nyasar
waktu itu ke candi Blandongan, kalian pakai jalan biasa ya,
tapi kalu dari candi ke sini keliatannya cukup jauh deh,
Duh, lalap sama tulang jambalnya bikin ngiler euy.
he.. he…, postingan ini cuma bikin orang2 pada ngacai ya
Waduuuh…. saya lagi mlipirin postingan mba..nih, satu-satu…
yang ini bikin ngiler!
terima kasih mba, tapi ntar capek lho mlipiri he..he..
aih ada nama saya disebut 😀
iya, tempat makan ini sudah terkenal dari jaman saya kecil. dulu bangunannya cuma yang bagian depan aja dan masih gubug. sekarang sudah berkembang luas sampai bikin saung di belakang.
rumah makan saingannya juga masih ada. lupa namanya. tempatnya sebelum bendungan walahar n tepat di pinggir jalan. tapi orang2 (termasuk saya) teuteup lebih suka pepes jambal yg di pinggir bendungan 🙂
oh iya liat mbak rumah makan itu, pas antri masu masuk jembatan kami berhenti persis di depannya
Wah perjuangan untuk sampai di rumah makannya terbayatkan ya mba? Melihat foto pepesnya saja saya jadi pengen.
tapi kami jadi tamu pertama he.. he.., datangnya kepagian
untung aja udah ada yang matang
Wahh ngomongin makanan, tiap daerah punya makanan khas yang menggugah selera banget ya. Kami jadi penasaran pengen nyobain yang satu ini…
yah pepes bisa mewakili kuliner Jawa Barat…
kalau suka eksplorasi kuliner hayuk lanjut ke sini aja
Nasi yang dibungkus daun pisang itu sedap. Ditambah aneka pepes yang menggoda. Aku jadi pengen makan pepes.
makanan dibungkus daun pisang itu rasanya nikmat banget ya mbak
Tahu, jamur, jambal emang paling enak kalau dipepes masaknya hehehe 🙂 Apalagi ditambah sambal yang super hot waaaah nambah terus nasinya hahaha 🙂 Kak Moda paling demen yang mana nih? Btw kuat banget ya Bendungan Walahar itu…dilalui aneka mobil2 berat yang lalu-lalang 🙂 Penjaganya gimana nih?
aku paling doyan pepes jamur mbak, selalu pesan itu kalau ke RM Sunda
Mantap kali kulineran serba pepes ini. Apalagi kalau sambalnya pedas. Bisa nambah Nasi teruuus. Ahaha. Jadi lapar lah Aku Kak bacanya
pepes + sayur asem + sambel + ikan asin .. itu kombinasi mematikan he.. he..
Jejak peninggalan Belanda banyak banget, dari bangunan, jembatan, jalan keretaapi, sampai bendungan. Masih kuat pula.
Pepesnya endes uy. Bakalan makan banyak nih…semua dicicipi.
Aku bakalan beli bawa pulang juga deh…
apa rahasianya mbak ya bangunan dulu itu kokoh sampai sekarang ya
wah wah astaghaa… seandainya kemarin sebelum ke karawang baca artikel ini, pasti saya nggak kebingungan cari destinasi wisata… akhirnya kmrin, selain tugas kantor, cuma nginap di hotel akshaya (atau hotel apa gitu) sama berkunjung ke toko oleh oleh aja deh
wah iya… balik lagi ke Karawang mbak…
di Karawang banyak rumah makan pepes mbak, tapi yang paling terkenal ya yang satu ini …
kalau mau jalan agak jauhan dikit bisa ke Candi Jiwa
Duh, aku nggak suka pepes. Aku kalau lihat pepes itu geli, jadi bahas bangunannya aja ya.
Hebat memang kalau Belanda sudah membuat bangunan semacam ini. Selain dilalui kendaraan, jangan lupa ia pun menahan laju air. Kalau bisa bertahan 6 tahun lagi, berarti genap 100 tahun usia bendungan ini.
Yang mau saya tanyakan adalah jika hanya dilewati 1 mobil, berarti di tiap ujung harus ada semacam penjaga yang mengatur giliran mobil untuk jalan ya?
iya di tiap ujung ada yang jaga, karena daerah perlintasan yang ramai juga
Hadeuh, itu pepesnya menggoda pisan! Aku baca sambil bayangin kak Monda cocol sambelnya, liurku serasa bergetar. Kalo aku bakal pesen ayam goreng juga 🙂
Dan aku mendadak sebel kenapa baca postingan ini. Bikin nelan ludah sendiri haha. Asli deh pepes itu makanan kesukaanku banget apalagi yang khas Sunda. Beuuh bakal kenyang sekenyang-kenyangnya.
Selalu suka dengan nasi yang dibungkus daun pisang, karena aromanya itu loh yang menggoda. Masakannya terlihat nikmat, plus bisa sekalian wisata alam ke jembatan buat ambil beberapa foto untuk koleksi Instagram hehe.
Salfok sama jalan perlintasannya, bagus ya 😀
Kok kayaknya enak gitu ya kak. hhehe
tapi aku kurang suka pepes dari dulu. tapi…apakah pepes satu ini beda dari yang lain? 😀
kalo ada menu kaya gini aku langsung takut….takut ga bisa mengendalikan diri menciduk nasi dan lauk terus menerus, apalagi pepes tuh rasanya luar biasa nikmat
Nista banget aku malam-malam buka ini kak Monda. Mendadak lapar aku kak. Mamaaaaak..Bacanya pun sambil nelen ludah. hiks..
Chaya suka banget pepes tahu dan pepes ikan kak. Penasaran icip pepes di sana.