Sehelai kain halus yang dikeluarkan dari lemari etalase, terlihat cemerlang dan membuat pandangan fokus padanya. Kain dengan dasar hitam terlihat kontras dibandingkan warna warni benang sulam yang menghiasinya. Warna pink dengan gradasinya, lalu warna merah bergradasi membentuk wujud bunga dahlia beserta gradasi hijau dengan berbagai nuansanya yang membentuk daun. Bunga dahlia, bunga identitas kota Bukittinggi menjadi inspirasi para penyulam untuk dipindahkan ke atas kain. Sulaman dengan benang halus itu menimbulkan efek tiga dimensi, sehingga terlihat seolah-olah bunga dahlia asli itu sendiri yang diletakkan di atas kain. Dilihat dari jarak sangat dekat, ala zoom in, bisa tampak kerapatan helai demi helai benang berjajar menutup kain, tak terlihat ada tumpukan benang tumpang tindih, atau spasi kosong di bidang penyulaman, juga tak terlihat lubang bekas tusukan jarum. Menyentuh sulaman itu terasa lembut membelai kulit, sungguh sebuah sensasi tersendiri. Sulaman bergradasi inilah yang disebut suji cair.

Kain sulam suji cair yang memikat mata itu antara lain bisa dilihat di Pasar Atas Bukittinggi, salah satu obyek wisata belanja kota ini. Jika ingin membawa pulang hasil kerajinan tangan padusi Minang, di pasar ini ada toko-toko yang menjual hasil karya tangan-tangan berjari lentik berupa kain songket dan kain bersulam. Kemasyhuran hasil kriya ini sudah sampai negara tetangga juga lho, banyak turis asing yang datang khusus berbelanja. Sehingga jamak jika ada pertanyaan ” dari Malaysia ? ” kepada kita.

Jenis sulaman suji cair atau dilafalkan suji caia menggunakan lima sampai enam tingkatan warna benang berbeda atau gradasi warna. Bayangan berdimensi tiga terjadi karena ada percampuran warna benang yang disulam bergantian. Paduan warna satu benang yang mencair di atas warna benang lain inilah yang menjadi asal nama suji cair. Penyulaman harus hati-hati supaya hasilnya sempurna, makanya sehelai selendang baru bisa selesai dalam beberapa bulan. Wajar kalau harga per lembarnya mencapai jutaan rupiah.
Selendang berbahan dasar sutra atau satin berukuran lebar 55 sentimeter sampai 60 sentimeter dan panjang 1,8 meter hingga 2 meter. Selendang lebar ini disampirkan di bahu. biasanya dipakai para wanita Minang bila ada acara besar seperti acara adat atau acara pernikahan.
Sulaman suji cair ini berasal dari Kotogadang, sebuah tempat di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dari Bukittinggi menuju Kotogadang kini bisa melalui Janjang Kotogadang, sebuah obyek wisata baru yang menyerupai Tembok Cina, dalam ukuran kecil.
Para perempuan Kotogadang memperoleh keahlian menyulam secara turun menurun. Mereka memiliki pamedangan (meja untuk menyulam), yang gunanya untuk merentangkan kain yang akan disulam dengan sulaman teknik suji cair. Selain itu ada teknik kapalo samek atau sulaman kepala peniti, karena hasil sulaman menyerupai kepala peniti (semat). Contohnya pada kain sulaman berwarna merah di atas itu.
Ada juga teknik suji terawang, yang katanya hanya boleh dikenakan oleh wanita berusia 50 tahun ke atas. Sulaman Tusuk Terawang merupakan kombinasi antara kerja menyulam dengan kerja menerawang kain, yaitu dengan cara menarik, mencabuti dan melolosi benang lungsi atau benang pakan pada kain yang akan disulam.
Sulaman suji cair ini adalah contoh kreativitas anak negri Indonesia. Negara kita tercinta sudah terkenal dengan karya kerajinan tangan, baik di wastra, lukis atau pahat. Di semua propinsi ada aneka macam jenis kerajinan tangan berupa wastra dengan teknik pembuatan yang berbeda-beda. Sebut saja mulai dari sulaman dari Gayo – Aceh, tenun ikat, batik, songket, jumputan dengan bahan mulai dari kapas, sutra sampai kulit kayu seperti ulap doyo.
Setiap kali bepergian ke daerah wisata, lokasi penjualan dan pembuatan wastra termasuk museum bertema tekstil selalu masuk dalam itinerary. Ke Tasikmalaya, Cirebon dan Pekalongan aku mampir ke perajin batik, dan sudah pasti ke Museum Batik Pekalongan. Ketika berkunjung ke Sumatera Barat harus banget mendatangi Pasar Atas dan sentra produksi songket seperti desa pande Sikek. Apalagi ketika kerabat dengar berita kami akan ke Bukittinggi, titipan songket dan selendang suji cair pun mengalir. Untung saja ada kerabat blogger mbak elje yang setia mengantar, menjadi penterjemah dan kasih kiat-kiat menawar.
Jadi, kalau ke Bukittinggi jangan lupa mampiri sentra kerajinan dan bawa pulang produk wastranya.
Cantik – cantik banget sulamanya Mbak….
Apa kabarnya Mbak Monda ? Kangen ih…
mbak Lies .. apa kabar .. updatenya mana?
Keren banget MM menulis tentang suji cair ini. Saya suka sulamannya. Namun karena mahal urung terus mau beli 🙂
aah.. iya uni..
aku tau sulaman ini juga karena dititipin saudara ngecek2 harga duly
Meleleh hati melihat kecantikan wastra bukik, menduga harga langsung mencelos baca komen Uni Evi. Rindu balik ke Pandai Sikek ya mbak. Salam
ha.. ha.. iya mbak.. harganya bukan main.., aku pun terkejut
tapi setara dengan ketekunan dan ketelitian pembuatannya
komplit ya bukittinggi, gak hanya pemandangan dan kuliner, tenunannya juga cantik 🙂
salam
/kayka
ah iya .. aku baru sadar lengkapnya kota ini.. thanks Kayka.., juga wisata sejarahnya lho
Mbak Mondaaaaa. Makasih banyaaaak ya ilmunyaa.. (lebay ya saya pakai a nya. Hehehe)
Beneran baru tahu tentang suji cair ini dan indah bangett kainnya. Membayangkan sensasi halusnya waktu nyentuh kulit Mbak. Bagus bangettt padahal baru lihat fotonya aja
kayaknya Dani jadi pengen beliin satu buat Bul…, rencanakan ke Bukittinggi Dan
bukittinggi, ini emang keren! udah udaranya seger, pemandangan alamnya cakep dan kulinernya enak, tenunannya pun hasilnya cakep!
makanya betah di sana, bebeapa hari tinggal di situ bisa buat posting untuk bertahun2 wk..wk..
Motifnya cantik!!
iya kecantikannya membuatku berpikir lama menetukan sikap
Terus terang saya kagum kepada para pengrajin batik tradisional. Utamanya batik tulis. Tanpa menggunakan komputer mereka bisa menghasilkan batik dengan gambar dan corak yang bagus.
Terima kasih atikelnya
Salam hangat dariJombang
kreatif dan tekun ya pakde
Iiih, cantik bangeet kainnya, Bund. Bunganya nampak cerah, ya.
Aku belum pernah ke Bukit Tinggi. Memang kalau bepergian ke satu daerah, yang khas harus kita bawa pulang untuk kenang-kenangan. Semoga nanti bisa ke sana.
sabar banget mbak itu bikinnya, warnanyaaa…. love banget.
Cantiiiik…motif dan warnanya okeee bangeeet mbak..
Cantik bangeeet mba.. Warna dan patternnya cakeeep deh..
gagal saya ke bukit tinggi bun 🙂 jadi ke pulau lain
karya sebuah tangan begitu indah dan harganya pasti mantaap.. sesuai dengan yang dihasilkan..