URANG AGAM DI NEGERI MATARAM

39
2946

Assalamualaikum, wr. wb, salam perkenalan pada semua pembaca BK – Berbagi Kisahku. Saya Adel, diminta Kak Monda untuk menulis di sini, Karena tidak terbiasa, menyebabkan saya bingung akan menulis tentang apa? sedangkan permintaan empunya blog ini pantang ditampik.. *yang penting posting! begitulah titah beliau.
_______________________________________

Hampir genap setahun terdampar di pusat kerajaan mataram ini. Kotagede, kota kecil yang gede pesona dan sejarahnya. Tempat saya bekerja di sebuah puskesmas, dekat persimpangan jalan Kemasan dengan jalan Nyi Pembayun. Ketika jam istirahat tiba, jika tak terlalu panas ataupun tidak berhujan besar, saya biasa melangkahkan kaki lambat-lambat di trotoar yang cukup rapi dengan jajaran toko perhiasan perak di kiri dan kanan jalan. Trotoar yang bersih menurut pandangan saya, meskipun selang tiap beberapa meter ada yang berjualan di badan trotoar namun tidak begitu mengganggu saya sebagai pejalan kaki.

Mengharukan ketika  menyadari bahwa saya berada di antara bangunan tua yang tak putus-putus, mulai dari rumah penduduk di dalam perkampungan, beberapa kantor yang masih memakai bangunan lama, masjid tua mataram yang mengingatkan saya pada masjid tuo Kayu Jao, serta  makam raja-raja mataram.  Hampir setahun di sini masih saja saya takjub dengan suasananya. Andai Kak Monda yang ditugaskan di puskesmas ini, saya jamin beliau bakal betah seumur hidup. Karena Kotagede adalah museum dalam ukuran besar, yang perlu waktu lama untuk memandanginya dari berbagai sudut.

TOPONIM

Selain bangunan tua, sejumlah situs peninggalan kerajaan mataram islam, juga kuliner yang unik merupakan daya tarik Kotagede. Sudah sering dibahas oleh para traveler, tinggal gugling saja banyak tulisan lengkap dan detil tentang itu semua. Hal lain yang menarik bagi saya adalah nama yang digunakan untuk menamai perkampungan serta jalan. Dipenuhi dengan nama-nama tokoh penggede jaman Mataram, seperti Nyi Pembayun (Putri Panembahan Senopati), Nyi Retno Dumilah (Istri Panembahan Senopati), Ki Penjawi, Nyi Ageng Nis, Nyi Wiji Adisoro dan lain-lain.

Memudahkan belajar sejarah, gampang memasukkannya dalam ingatan karena saya melihat nama-nama itu setiap hari. Cukup menarik untuk sedikit mempelajari asal usul nama jalan dan perkampungan ini, seperti jalan di depan puskesmas yang bernama Jl. Kemasan, konon dahulu kala penduduknya adalah para pengrajin emas walaupun sekarang sudah berganti menjadi pengrajin perak.

prenggan

Kampung Prenggan, merupakan daerah kediaman Raden Rangga
yang disebut pa-rangga-an dibaca prenggan

Belajar toponim kawasan Kotagede memang menarik. Jika seseorang menyebutkan nama kampung yang terdengar unik, entah itu pasien atau teman kerja maka saya cerewet menanyai kenapa kampungnya dinamai demikian. Cara pemberian nama kampung di sini karakternya tentu berbeda jauh dengan penamaan kampung di minang sana. Jika di Minang ada sejumlah kampung yang menggunakan angka, seperti 2 x 11 VI Lingkung, V Kaum, IV Koto Aur Malintang, V Koto Kampuang Dalam, VII Koto Sungai Sarik, maka di kawasan Kotagede atau Jogja pada umumnya menggunakan nama tokoh.

Seperti kampung Joyoparanan, kampung tertua di Kotagede ini adalah tempat kediamannya Pangeran Jayaprana. Kampung Purbayan tempat tinggalnya Pangeran Purbaya, Kampung Trunojayan, Suryatmajan, Basen, Bumen, Prenggan, Sopingen, Dolahan dan masih puluhan nama kampung dengan toponim berdasarkan nama tokoh. Biasanya nama pangeran/tokoh tersebut diberi akhiran huruf ‘n’, jika nama tokohnya adalah Sopingi maka daerah kediamannya menjadi Sopingen. Perbedaan karakter toponim ala minang dengan jogja ini membuat saya secara dangkal berkesimpulan, bahwa urang minang pemuja angka sedangkan wong yoja ki memuja raja dan para pembesarnya.

BABON ANIEM

Babon Anim

Babon Aniem di pojok pasar

Yang identik dengan Kotagede selain perak, makam tua, masjid tua, kipo, coklat monggo, adalah Babon Aniem. Merupakan gardu listrik tua warisan  dari perusahaan listrik pemerintahan Belanda yang bernama NV ANIEM. Terletak di pojok Pasar Legi Kotagede,  kehadirannya seolah tak dipedulikan di tengah hiruk pikuknya pasar. Biasa dijadikan tempat cantolan sangkar burung pada hari pasaran, kadang  penjual gorengan memasang tendanya bersandar bangunan tersebut, terlihat lusuh dibiarkan begitu saja.

TRANSPORTASI

Bagi yang berminat untuk blusukan di kawasan Kotagede disarankan untuk menggunakan sepeda. Karena jalanan di kawasan ini  sempit sedangkan motor yang bersliweran cukup padat, jika menggunakan mobil akan menyulitkan untuk parkir. Bagi yang hobi berjalan kaki akan lebih bagus lagi, karena bisa masuk ke dalam perkampungan yang cantik-cantik itu.

Jika menggunakan Trans Jogja, ada tiga halte untuk tempat turun lalu silahkan lanjutkan dengan berjalan kaki. Yang pertama adalah halte Tegal Gendu, posisinya dekat jembatan yang dibawahnya mengalir sungai Gajah Wong. Halte ini dekat dengan pertokoan perak yang besar-besar, jika hendak ke masjid tua mataram dan ke pasar Legi tinggal jalan lurus tidak begitu jauh menurut ukuran saya. Tersedia angkutan becak bagi yang merasa lelah, ada pos ojek juga tapi sering tidak ada petugas ojeknya (pos ojek di jogja umumnya php alias kosong melompong)

tegal gendu

kawasan Tegal Gendu menuju Pasar Legi

Halte kedua merupakan halte portable di Lapangan Karang, turun di sini kita bisa langsung masuk ke dalam perkampungan. Pemandangan di dalam gang sama sekali berbeda dengan yang semula saya bayangkan, meskipun di dalam gang, rumah-rumah tua itu mempunyai halaman yang luas, ada pendopo, bahkan ada masjid cantik banget di dalam sana. Makanya hampir semua perkampungan di sini disebut dengan kampung wisata, menyenangkan nyasar keluar masuk gang karena suasananya yang memesona.

trans jogja

penampakan Trans Jogja melewati sungai Gajah Wong

Terakhir adalah halte Gedong Kuning, wilayah ini padat dengan toko kerajinan perak yang berukuran kecil, mereka menempati toko-toko tua di sepanjang jalan Kemasan.  Di belakang pertokoan tersebut terdapat bengkel-bengkel perhiasan perak, yang lagi booming sekarang adalah pembuatan emban untuk batu akik. Harganya kisaran 150 ribu sampai dengan 250 ribu untuk satu cincin, anda bisa memberikan contoh berupa gambar cincin untuk ditiru. Pembuatannya full handmade tanpa mesin cetak, jadi kadang ada bentuk yang tidak bisa ditiru terlalu persis dengan contoh yang diberikan. Saya beberapa kali melihat hasil karya pengrajin di dalam perkampungan sini ternyata kualitasnya bagus, patut ditiru oleh para pengrajin perak di Kotogadang, sebagai sesama kampung kerajinan perak.

BLOGGER KOTAGEDE

Meskipun saya sudah tidak ngeblog lagi, saya beruntung sempat bertemu dengan seorang blogger  peninggalan kerajaan mataram yang dulu pernah berjaya di jamannya. Beliau sedang mendalami ilmu di padepokan Gadjah Mada, memiliki seorang putri sholehah bernama Fira dan seekor kucing bernama Ciprut. Jika senggang dari tugas penelitiannya yang teramat padat, biasanya beliau berbaik hati memberi saya makan siang seusai pelayanan di Puskesmas.  Kehadiran beliau membuat Kotagede semakin menyenangkan bagi saya.

kotagede 1

fira mengira ini mbahKung lagi syuting Ftv di Kotagede 

Demikian beberapa hal random tentang Kotagede, terimakasih untuk teman²nya Kak Monda yang sudah meluangkan waktu untuk membaca. Ternyata belajar menulis lagi itu cukup membuat pegal karena sulit mendapatkan rasa bahasa yang biasanya menyertai. Memang baiknya rutin menulis seperti dicontohkan oleh dua senior ini, yang sudah menerbitkan sejumlah karya buku. Untuk teman² yang sudah rutin menulis, jangan pernah berhenti ya..!

39 COMMENTS

  1. kayanya kenall inih sama blogger yg inih,,,
    titip salammm nanti kalau inon ke yogya ajak muter2 ke kota gede yakkk

    tapi kakinya masih kuat gak,,, soalnya blogger yang ini inon ajak2 muter di yogya dari jam 10 ampe jam 4 pulang2 kaki ne pegelll

    titip salam dan pelukk yakk buat sipipi chubbynya inon yang semakin cantikk

    hadeh, jalan kaki muter² jogja dari jam 10 ampe jam 4 ud pasti gempor emaknya.. ntar kita jalan2 pake ojek langganan emak aja

    • nah.. katanya nggak cukup sehari Non menjelajahi Kotagede, kudu seumur hidup he..he..

      iya, klo cuman sehari mending gak usah.. gak khusyu’ blusukannya

  2. peluuk erat makasih banget, udah mau nulis di sini
    jalan di Kotagede impian banget, kemarin itu hampir2 jadi kenyataan pas TDJT, semoga lain kali ada rejeki nya

    musti dikasih dendeng dulu baru emaknya termotivasi buat posting.. wkwkkk

    • pakem toponimi ala Mataram ini berlaku juga mak di tanah Betawi
      Ragunan itu dulunya kediaman Pangeran Wiraguna
      dan Matraman di Jakarta Timur itu dulunya daerah tempat tinggal tentara Mataram sewaktu berperang menyerang Kompeni di Batavia

      tempat kediaman emak ntar disebut Eljen, kediaman MS disebut Mondanen, kediaman genduk ramudeng disebut Ramudengen..

  3. Wah kota gede cakep ya untuk tujuan wisata. Kulinernya yang khas disana apa?

    kuliner khasnya ada macem2, om.. tapi biasanya di lidah minang gak semuanya cocok.

    • nah untuk menjawab pertanyaan uda Alris ini bagaimana kalau kita minta lagi urang Agam ini buat satu postingan khusus kuliner Kotagede?

      hadeh..! kuliner kotagede kesukaan emak cuman es Oyen yg depan puskesmas..

  4. aku jadi merasa bagaimana karna belum pernah bertemu urang agam ini di negeri mataram…

    Tt itu penguasa jogja utara, bundo penguasa jogja selatan.. sebagai sesama penguasa, bertemu di alam batin ud sering toh.. kadang nyi roro kidul ikut nimbrung juga, kaann..

    • belum ketemu toh..? kudu melipir ke Kemasan Tik

      uwiiss.. wkt emak bolak balik.. ke puskesmas emang belum.

      • Pernah ketemu waktu bliau masih nomaden bulak balik Aur-Jogja. Habis menetap malah blm ketemu. Hehe….

        Btw, di lapangan karang ada sate terkenal, namanya sate lapangan karang… Sate sapi dikasih kuah gt. Pasti Bundo pernah makan kuliner ini,,,

        belom nyobain, t.. mungkin ummi-nya fira yang ud pernah.. bundo gak begitu sering hunting kuliner, klo jajan yang ada depan puskesmas aja.

  5. Terima kasih mbak Monda yg bhasil mengajak pujangga Aur berbagi keanggunan bumi Mataram. Uni Adel trim ya mengobati sebagian rindu kami akan karya pemadu amatan dlm jalinan kata khas Uni. Ooh bertetangga dg kelg ummi Fira yah. Salam

    iya bu, ini menulis berkat motivasi dari si gendhuk limbuk jugaaa.. nanti salam ibu disampein ke ummi fira, sekarang beliau justru lagi mudik ke sala3..

    • bujuknya ini udah berbulan2 mbak.. he..he.., dari tadinya cuma dikirimi foto Babon Anim.., akhirnya dibujuk lagi sampai jadi tulisan yang bikin ngiler ini

      berbulan-bulan dibujuk gak berhasil, dua hari yg lalu diumpani dendeng lgsg posting..

  6. Penulis tamu Kak Monda ini bekerja di Puskesmas Kotagede ya? Sebagai dokter apa? Boleh kenalan nggak? Siapa tau nanti saya berobat ke sana bisa gratisssss…. 😉 :p

    Kotagede, tempat di mana pertama kali aku melihat keindahan Jogja sehingga jatuh cinta dengannya.. Penceritaan penulis tamu ini, sungguh cihuy, sehingga membuat Kotagede semakin tampak indah.. 🙂

    wkkk, penguasa jogja kawasan lebih selatan akhirnya datang.. Kotagede memang rancak yo nyiak, samo rancak jo nagari agam *eh rancak banyak nagari agam..

  7. Hehehe, Kotagede adalah salah satu bagian kota Jogja yang jarang sekali aku explore 😛 .

    mengulik kotagede memang butuh waktu agak lama.. teman² saya biasanya lebih tertarik untuk explore taman sari.. tapi dua²nya menarik!

  8. wah asyiknya….hunting objek live sketch lebih baik pastinya di sana ya…siap nemani nggak ya?

    live sketching di Kotagede pastinya menarik pak..!

  9. Tulisannya bagus,runtut, dan padat informasi.
    Saya jadi pengi belajar menulis juga
    Semoga lain kali bisa ke Yogya lagi dan berguru kepadanya

    ayo Dhe.. Oyen masih buka kelas menulis kok.. kita nanti bisa sama² berguru pada ciprut, dia ahlinya.

    Salam sayang dari Jombang

    salam sayang kembali wat budhe dan emak jombang..

  10. BunMon, tolong sampaikan kepada eMak urang agam ini, kenapa atau itu ladangnya nggak dibuka lagi? kan kangen main2 di ladang 🙁

    xixixi.. oriiinn, sekarang udah gak musim main² di ladang.. kita ke mall ajaa..

    • makanya ladang nggak dibajak, dipaksain muncul di sini..
      ntar tunggu jawaban langsung dari emaknya ya

      sapi yang biasa mbajak udah disemblih, kak.. daging mahal..

  11. Ada yang ngundang … ngundangnya nyuruh ngeblog lagi … yang nyuruh yang numpang ngeblog … 😆

    ngakunya penulis tamu.. padahal numpang ngeblog.. padahal pingin ngereply pink.. padahal..

    • hadeeh…., russian smiley…, senyumnya meni lebar

      kasian si russian smiley udah lama gak muncul, kak..

    • Lupa kalo janji mau komen serius 😆

      Inget Kota Gede itu inget dulu tahun 1994 nganter Lelly kasih proposal ke salah satu penerbit untuk bantuan buku KKN ..
      Cuman lupa nama daerahnya. Yang aku ingat, masuk gang, ketemu masjid tua nuansa hijau, terus rumah yang dijadikan penerbitan buku2 agama khusus untuk anak-anak sekolah. Nah tuh kebayang gak clue itu daerah mana ? he he
      Selain itu yang diingat adalah di depan stasiun Tugu, mobilku eh mobil pinjaman ditabrak motor he he.

      Nanti suatu saat saya diminta traktir lah sama Lelly di depan puskesmas 😆

      klo dah ketemu aku fotoin lokasinya.. minta traktir mbak Lel di rujak cingur depan jalan Leo aja.. rawsah nangkring ke depan puskesmas..

  12. Amay, apa kabar?
    Duh kangen deh…Ayo atuh rutin ngeblog lagi…:)

    hai unii.. walaupun gak ngeblog, aku sll ngikutin petualangan uni..

  13. Awalnya saya mengira Agam itu orang Aceh karena dalam bahasa Aceh agam artinya laki-laki. Rupanya bukan yaa

    mbak Liza, Agam itu nama kabupaten yang cukup luas di sumbar.. melingkupi bukittinggi, maninjau, tiku.. saya warga bukittinggi disebut juga urang agam di lingkup yang besar.. lingkup kecilnya disebut urang kurai (suku asli bukittinggi)

    • Agam itu juga salah satu Kabupaten di Sumbar
      agam juga sama dengan ucok ya Liza

      si ucok temennya si butet..

  14. Ternyata kak Monda juga tertarik dengan uniknya orang Minang memberi nama suatu daerah/ kampung ya …..
    He3… ada 2 x 11 VI Lingkung, V Kaum, IV Koto Aur Malintang, V Koto Kampuang Dalam, VII Koto Sungai Sarik.

    iya pak, kak monda sudah mulai mendalami serba serbi minangkabau secara intensif sejak juli 2012..

  15. […] Gedung ini dikukuhkan sebagai cagar budaya oleh Gubernur DKI  pada tahun 2011 dan   diresmikan oleh Menteri Negara BUMN kala itu Dahlan Iskan. Alasan pemilihannya adalah karena ini adalah kantor pertama yang dimiliki PLN. Sebuah sejarah bagi perusahaan energi nasional yang menandakan  kejayaan tenaga listrik di pulau Jawa. Perusahaan listrik  kala itu sebetulnya   tak hanya satu. Salah satu lainnya yang  terbentuk kemudian adalah NV ANIEM di  Yogyakarta. Peninggalannya yang masih ada yaitu sebuah  gardu yang disebut Babon Aniem di Kota Gede. […]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.