Lebaran di Lampung diniatkan sekalian jalan-jalan karena masih ada cuti beberapa hari. Tukang jalan ya seperti itu tak bisa ada waktu luang inginnya pergi jalan terus, “kaki seperti ditarok jarum, pengen jalan terus” he..he.. Tempat-tempat wisata terkenal yang ada di propinsi Lampung ini seperti Teluk Kiluan, Tanjung Sakti atau Danau Ranau letaknya cukup jauh dari kota Bandar Lampung, dan kabarnya juga kondisi jalannya tak mulus. Karena tak tahu banyak tentang obyek wisata Lampung lainnya, maka berkelanalah aku ke dunia maya. Sebetulnya penasaran juga, masa sih tak ada obyek bersejarah di Lampung. Dan dapatlah nama Taman Purbakala Pugung Raharjo sebuah situs megalitik (jaman batu besar) di Lampung Timur.
Daerah wisata di Lampung ini kurang dikenal, apalagi kabarnya jalan tak semuanya bagus. Dari tanya-tanya ke saudara akhirnya kami pilih jalan menuju ke kota Metro, Lampung Tengah yang berbatasan dengan kabupaten Lampung Timur. Jalan mulus, tetapi sempat macet di pertigaan sebelum Metro. Ketika akhirnya sampai di wilayah Lampung Timur tanya dulu sama penduduk, dan kaget ketika dibilang lokasinya masih jauh, kira-kira seratus kilo lagi, katanya kenapa tak ambil jalan dari arah Bakauheni yang lebih singkat. Tapi, sudah kadung ya terus saja jalan sesuai petunjuknya. Melewati Sukadana di lampu merah belok ke kanan, dan setelah pom bensin berbelok lagi ke kanan ke arah Jabung. Mulailah kami melewati jalan yang sepi, mobil yang melintas tak sebanyak sebelumnya, hanya banyak sepeda motor. Perkampungan yang dilewati berganti-ganti ada suasana Bali, Jawa dan Lampung. Jalan mulus mulai berganti-ganti agak kasar. Demikian tanya-tanya terus beberapa kali he..he…, sampai akhirnya menemukan desa Pugung Raharjo. Di sinilah baru tampak plang petunjuk arah yang besar.
Ternyata, memang ada jalan lebih singkat tanpa harus memutar seperti jalan datang itu, jalan alternatif ini kami lalui ketika pulang dari sana. Tanya beberapa orang, ada yang bilang jalannya bagus, ada kerusakan sedikit, lubang jalan tak dalam. Tapi, kenyataannya berbeda. Jalan yang dilewati ada sebagian yang rusak, cukup dalam untuk mobil, jadi harus berhati-hati supaya tidak ada kejadian patah as. Cukup bikin kami menahan nafas, apalagi daerah sekitar ini lumayan rawan, sering ada kabar jatanras. Jalan melewati perkebunan karet, pabrik pakan ternak. Dan akhirnya memang bisa tembus langsung ke pinggir kota Bandar Lampung. Di dunia maya sih katanya lokasinya dari Bandar Lampung berjarak lebih kurang 49 km, bisa dicapai dalam waktu 1 jam (kalau jalan mulus he..he…).
Kembali ke tujuan utama, setelah melewati perumahan penduduk kami sampai di lokasi Taman Purbakala Pugung Raharjo. Situs megalitik ini ditemukan tahun 1954 sewaktu membuka hutan untuk program transmigrasi. Zaman megalitik belum dikenal tulisan. Di zaman megalitik ini seluruh alatnya terbuat dari bebatuan besar, seperti batu tegak, meja batu, kuburan batu dan keranda batu. Sedangkan zaman klasik terjadi ketika pengaruh kebudayaan Agama Hindu dan Buddha masuk. Zaman ini terjadi pada abad ke 6-15 masehi.
Suasana taman sepi tak ada pos penjaga, kantor atau petugas di sana. Anak-anak tak mau turun, mereka memilih bertahan di mobil, maklumlah sudah tengah hari dan sinar matahari sangat terik. Tak lupa dipesankan untuk mengunci mobil dan jangan keluar atau buka jendela kalau ada orang, #parno mode on.
Masuk ke kompleks seluas 30 hektar ini ada gerbang kecil penunjuk arah ke Benteng Tanah Barat, Timur dan Situs Megalitik. Kedua benteng tanah yang hanya berupa gundukan tanah, berbentuk melingkar dengan ketinggian gundukan 2-3,5 meter dan ada parit kecil sedalam 3-5 meter. Benteng Timur panjangnya sekitar 1200 meter, Benteng Barat hanya 300 meter. Benteng tanah yang ditanami rumput terpangkas rapi, ini dulu kabarnya untuk pertahanan.
Di areal Taman Purbakala Pugung Raharjo ada 13 buah punden berundak, besar dan kecil. Punden berundak ada yang memiliki dua dan tiga tingkat, konon itu sesuai dengan status sosial.

Taman Purbakala ini meski terletak di desa dan sepi ternyata dirawat apik lho. Di area situs ditanami rumput, di sekitarnya ada kebun yang dipenuhi tanaman produksi seperti jati, coklat, kelapa, singkong menjadikan suasana asri dan nyaman. Tak ada sampah berserakan, ada sih sedikit sampah berupa pecahan botol bir yang bikin agak parno lagi, .hanya guguran daun yang memenuhi jalan setapak yang sudah diperkeras dengan batu kali,
Tak banyak orang datang, hanya beberapa gelintir, tak heran ada saja pasangan muda yang mojok, he..he… ada juga rombongan keluarga dan sekelompok remaja usia SMP yang berebut salam dengan kami , silaturahmi lebaran. Kompleks tak dipagari hanya pagar brc pendek saja di sekitar situs saja kelihatannya tak ada tangan jahil sampai saat ini, patut disyukuri.
Bingung ketika melihat petunjuk arah lagi, ke kiri atau ke kanan dulu ya, akhirnya ke kanan dulu yang lebih sedikit obyeknya. Di sini ada punden berundak, bertingkat dua yang juga dihijaukan rerumputan.
Setelah melihat dua punden kecil kami kembali ke simpang tadi dan mengambil jalan ke kiri tadi, Jalan ini menuju ke temuan-temuan lainnya. Kami sampai ke situs batu mayat atau batu kandang. Batu mayat ini sebutan penduduk untuk menhir yang ditemukan dalam posisi rebah. Batu mayat yang ditemukan ukuran panjang 205 cm dan garis tengah 40 cm. Di sekeliling menhir ada batu-batu menhir kecil dan dolmen seolah-olah memagari, inilah yang disebut batu kandang. Fungsinya sebagai tempat upacara pemujaan.
Di dekat situs batu mayat ini ada punden berundak yang paling besar di Taman Purbakala Megalitk Pugung Raharjo hingga terlihat seperti piramid.
Di taman megalitik ini ada situs kolam yang airnya tak pernah kering, berasal dari mata air di bawah pohon besar, didalam kolam ini ada batu berlubang dan batu bergores yang diduga goresan bekas tumbukan dengan benda keras, mungkin untuk mengasah. Di punden no 7 di atas kolam megalitik ditemukan arca putri yang diduga dari jaman Hindu, yang berarti umurnya lebih muda daripada batu-batuan itu. Arca ini kemudian kulihat di Museum Lampung.
Setelah cuci tangan dan kaki di kolam ini, kami bergegas keluar kompleks takut meninggalkan anak-anak terlalu lama. Keluar dari Taman ini di arah jalan pulang sebtulnya ada Museum, yang kelihatannya tertutup, mungkin sudah siang atau libur ya. kami lewati saja tanpa mampir sekedar foto, jalan pulang masih jauh dan sudah lapar pula. Mengunjungi situs megalitik ini jika ditambah Situs Pasemah di Pagaralam berarti sudah kudatangi dua situs megalitik di pulau Sumatera. Semoga bisa mendatangi situs megalitik lainnya di tanah air seperti di gunung Padang dan Cibedug Banten, dll.
[…] silaturahmi dengan keluarga besar, juga kami sempatkan jalan-jalan. Tujuan utama sebenarnya ke Taman Purbakala Pugung Raharjo, Lampung Timur (cerita menyusul). Tetapi dalam perjalanan lagi-lagi tak sengaja mata tertumbuk pada plang cagar […]
Kak Monda kok dapet aja ya …
info situs-situs seperti ini …
memang kalau sudah passion …
semua akan dijalani dengan gembira
salam saya Kak
untunglah didukung keluarga .., jadi bisa sampai ke sini oom
Iya nih, Kak Monda. Bisaaa aja menu situs2 tersembunyi seperti ini. Dan asyiknya lagi, keluarga pada mendukung, jadi lebih bergairah dan happy deh walau harus menjelajahi medan yang sulit untuk mencapainya ya, Kak.
Jadi turut menahan napas saat mobil harus melalui jalanan berlubang yang parah itu, takut patah As, hehe.
Trims reportasenya, Kak. 🙂
iya nih tahan nafas …apalagi udah ada image daerah rawan
deg2an tapi nekad aja jalan, masih siang ini kan, untung ketemu jalan rusaknya pas pulang..
mungkin kalau berangkatnya lewat jalan ini kami akan balik badan aja …
Setuju sama Om NH .. salut sama menangkap infonya.
Selalu dapat info menarik yang belum pernah saya dengar sebelumnya 🙂
Situs Batu Mayat mengingatkan saya ke Situs Ciung Wanara di Ciamis, walau mungkin bentuknya jauh berbeda.
Trims Bun.
Salam.
iya musti cari2 banget nih kang baru dapet infonya
kl situs Ciung Wanara belum tahu kang, cuma tau cerita Ciung Wanaranya
sok atuh diceritakan kang
langsung googling kang.., baru tau Karangkamulyan sama dengan situs Ciung Wanara
mau dipuji gimana lagi.. laporan berikut foto dari sang arkeolog makin hari semakin cihuy.
#pak jokowi lelang jabatan arkeolog gak kak..? 😛
ah..jadi malyuu mak..
ini foto2nya terlalu siang jam 1an ….
Untung lah tempat nya terawat walau jalan jesaba rusak, MM. To emang pemda Lamoung rada gak pedulian pd jalan 2 yg berpotensi memajukan ekonomi mereka 🙂
iya uni…, padahal potensi wisatanya itu banyak di pelosok ya….
padahal aku kepengen banget nginep di danau Ranau seperti uni,abisnya selama ini cuma bisa lihat dari udara aja sih, jadi penasaran
Hahaha..Ini tulisanku kacau. Maaf ya MM tadi komennya pakai tablet. Pengen nambahin..
Membaca laporan ini aku sudah puas. Soalnya sudah lama pengen ke sana tapi gak ada yg bersedia ngantar..Apa lagi kalau tahu jalannya gak bersahabat begini tambah mundur deh yang nyopirin..
iya sih.., banyak lho obyek bagus di sana..
apalagi wisata pantainya, sayang pengelolaan dan infrastruktur masih kurang
wah meski terletak agak ‘tersembunyi’, tapi salut akan perawatan situsnya bersih dan rapi. Sayangnya kurang di dukung sarana jalan menuju lokasi.
Ini saya catat, sebab Insya Alloh ada rencana ke Lampung silaturahim dengan calon besan kakak
wah akan ada perjalanan jauh ya pak,
semoga bisa menikmati Lampung
Whuwaa.. Akhirnya nemu yang ngeposting soal ini. Hehehe. Aku pernah juga main ke sana, itu sekitar 8-9 tahun yang lalu, pas masih SMP. 😀
Kesananya ga sengaja juga sih, lagi jalan, terus nemu plangnya, akhirnya mampir. Hehe. Ternyata ga berubah banyak ya tempatnya kalo diliat dari fotonya mbak Monda. Aku udah lupa sih, itu kolam udah ada belum ya pas dulu aku mampir kesana? *inget2 lagi* :p
trims Ichy sudah ke sini ya
kolam itu kurasa udah ada waktu itu, dipugar tahun 80
Saya suka membayangkan, apa ya yang orang2 dulu lakukan di situs itu? PEngalaman menarik ya mbak
karena musti cari tau cerita masa lalulah yang buat sejarah itu menarik bagiku mbak
Setiap berkunjung ke ‘rumah’ bunda selalu memperoleh informasi berharga.
Terima kasih sudah berbagi informasi. Salam dari Jogya.
semoga infonya bisa berguna pak Bams, terima kasih
tempatnya terawat rapi dan asri ya mbak. Tapi agak serem kayaknya hehe
sepi-sepi gimana gitu .. takut ada yg isengin he..he,,,
wah, wisata budaya… seneng sekali. mau kapan2 ke situ
monggo dicoba datang ke sana ..
Paparan didukung foto-foto cantik yang sungguh berharga. Tak banyak yang mampu menghayati keelokan situs megalitik dan mBak Monda salah satu penikmatnya. Terima kasih ya mbak telah berbagi. Salam
sama-sama mbak…
akupun dapat banyak pengetahuan baru dari Rynary
alhamdulillah gak ada tangan jahil. Semoga sampe kapanpun jgn ada 🙂
insya Allah, tetap terawat…, yang datang juga akan senang kalau semuanya masih tertata rapi
Kalo maen ke sini selalu jadi ngerti mana2 nih mbak…
trims mbak.., blog yg ini emang mau dikhususkan buat cerita jalan2 keluarga kami
sayang ya dipagar gitu ga boleh masuk
coba kalo dibikin kaya di ratu boko kan asik buat foto fotoan
pagarnya terbuka kok oom, mau masuk bisa aja sih.., nggak ada yang jaga..
tapi karena ada tulisan tak boleh masuk sampai ke zona inti, ya nggak masuklah lihat dari jauh aja…., takut malah merusak
Saya juga ikut komennya kang Yayat dan bundo LJ aja deh….sekali-kalinya gak pernah blass ke tempat ini :d
situsnya agak terpencil juga sih oom Zen, sekian tahun jadi orang Lampung ak baru tau tempat ini lho
kalau membaca tulisan-tuisan seperti ini, aku jadi penasaran,bagaimana ya kehidupan nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu. Budaya, pengetahuan dan kepercayaan mereka… sungguh sangat membuat ingin tahu..
kayak stonehenge ya Bunda….
batu batunya berdiri
[…] Foto kedua ini ada di kabupaten Lampung Selatan sebuah situs dari jaman batu besar (megalitik) di desa Pugung Raharjo. Tempat ini disebut Situs Megalitik Pugung Raharjo. […]
[…] di aneka situs di Nusantara, semisal Candi Dukuh, situs Umpak Songo, candi Penampihan, situs Payak, situs Megalitik ibarat ceceran simfoni peradaban bangsa pemuja simbol gula kelapa. Sesungguhnya setiap kitapun […]
Mba… aku lg otw mau ke pugung raharjo niih mumpung lg mudik hihi