Akhirnya ke Bromo setelah ajakan dua tahun lalu ditolak anak-anak, alasannya hanya karena nggak mau dibangunkan sekitar jam 3 pagi. Kunjungan ini sudah sejak Juni, tapi mau menuliskannya tertunda melulu, tak tau mau tulis dari sisi mana lagi tentang Bromo, akhirnya tetap ditulis sebagai catatan keluarga.
Setelah banyak cari informasi tentang Bromo, kami putuskan ambil penerbangan ke Malang, paling pagi, supaya sempat berkeliling Malang, lanjut ke Probolinggo, dan sampai di desa Ngadisari tak terlalu malam, supaya cukup tidur, nggak percaya diri dengan stamina tubuh.
Di hotel di desa Ngadisari, desa tertinggi di wilayah itu, ada yang menawarkan sewa jaket tebal. karena katanya kadang-kadang suhu bisa turun sampai 2 derajat. Kami tetap sewa jaket tebal walau sudah bawa jaket dan sweater, syal, sarung tangan, kaus kaki tebal. Ada pedagang yang jual topi kupluk, akhirnya beli juga, lebih baik bersiap daripada kedinginan. Staf hotel akan membangunkan pada jam 3 dinihari, lebih cepat berangkat lebih baik supaya tidak terlalu jauh berjalan dari tempat parkir jeep.
Turun dari jeep banyak tukang ojek yang menawarkan jasa mengantar sampai kaki tangga di Penanjakan. Dia kasih tarif Rp 15.000 per orang. Padahal ternyata jaraknya dekat, nggak tau medan sih, jadi menyesal naik ojek.
Di sini ada beberapa warung, supaya nggak kedinginan kami masuk ke warung paling ujung, pesan teh hangat dan mi rebus, dan menghangatkan tangan di atas bara api, sambil menunggu waktu sholat. Meja di warung ini entah kenapa penuh dengan aneka kartu nama dan pas foto. Di sebelah warung ini ada gazebo dengan lantai semen yang memang disediakan untuk sholat. Gazebo tak terlalu luas, cukup buat 4 saf, jadi harus bergantian. Berwudhu dengan air yang sangat dingin perlu nyali tersendiri deh.
Setelah sholat barulah kami cari tempat strategis buat menanti matahari terbit. Tempat penuh sesak, meski bukan week end, sulit juga mendapatkan posisi yang enak. Aneka kamera dan ponsel berkamera siap beraksi. Sementara menanti sang surya muncul aku curi dengar percakapan ibu dan sepasang anak di sebelahku. Dari aksen bicaranya jelas mereka berasal dari Jawa Barat. Anak yang kecil, perempuan, usia 6-7 tahun ribut mengajak pulang karena nggak betah gelap. Ibunya membujuk tunggu papi foto matahari terbit, dan si abangnya mengalihkan perhatian buat rencana nanti di bawah mau beli binturung. Dialihkan topik ke binturung (sejenis musang) akhirnya si adik diam. Wah begini ya kalau anak-anak belum bisa menikmati perjalanan.
Ketika semburat jingga perlahan mulai muncul, semua orang bersiap menghadap ke arah timur. Saat bola matahari sedikit demi sedikit menampakkan diri terdengar seruan takjub dan tepuk tangan, bersyukur mendapat kesempatan melihat hadiah indah dari Sang Maha Kuasa.
Turun dari Penanjakan jeep parkir di lautan pasir, walau jeep bisa lebih mendekat sampai dasar anak tangga Bromo, tapi hanya sampai di tempat parkir itulah batas wilayahnya. Selebihnya adalah wilayah kerja para joki kuda, bagi-bagi rejeki. Kami menyewa kuda karena untuk menghemat tenaga dan risih melihat banyak kotoran kuda di pasir. Walau terengah-engah dan banyak berhenti sampai juga ke puncak tangga dan berdiri di pinggir kawah. Tak lama di sana perjalanan lanjut ke lautan pasir dan ke savana.
Kembali ke hotel, sarapan pagi, mandi dan sempat menikmati pemandangan. Dari halaman hotel ini jelas sekali pemandangan gunung Batok, sedangkan Bromo agak tersembunyi di belakangnya. Fotonya sudah pernah muncul di Merancang Perjalanan ke Jawa Timur. Pak Sariadi datang menjemput dan kami kembali ke Malang. Di sepanjang jalan kami banyak mendapat cerita dari si bapak tentang pengelolaan wisata Bromo. Sebetulnya dia mengajak lanjut perjalanan ke air terjun Madakaripura yang tak jauh lagi, tapi karena perlu kekuatan fisik juga, kami urungkan niat itu. Lelah dari Bromo belum hilang, tak sanggup lagi untuk jalan jauh ke air terjun.
[…] Sehari di Bromo […]
*gasp!*
Mba Mondaaaa. Setelah baca ceritanya langsung lihat potonya nahan napas. Indaaaah..
terima kasih ya Dan, memang alamnya sudah sedemikian cantik
asal jepret aja dan tanpa editing
Foto-foto Bromo yang bikin kepengin Mbaaak
Menghangatkan tangan di anglo arang membara terasa banget menolong ya
Mengunggu catatan2 lain dari perjalanan Bromo.
suasana Bromo itu memang menenangkan mbak
mau rasanya tinggal di sana lebih lama, 3 hari umpamanya
Sunrisenya keren kali, Kaaaak.. Aaaaaaaa..
ke sanalah Beb…, semoga ya
MM beruntung masih bisa melihat terbitnya matahari di Bromo. Kalau saya yah cuma nonton tongsis dan kepala2 orang ….
uni aku merasa beruntung banget, pas nggak mendung.., dan bisa berdiri di bangki semen .. jadinya keliatan jelas deh
Bromo selalu ngangenin Bun, meskipun memang sih, stamina harus kuat yaa hihihi
berenti di tangganya aja sejuta kali lho Rin.., ha..ha.. ketauan malas olahraga,
bener Rin.. nulis tentang Bromo malah bikin pengen ke sana lagi
Bromo luar biasa ya Bunda….
coba digarap dengan lebih serius lagi ya, misalnya dilengkapi kereta gantung kayak di singapore atau malaysia gitu, hehehe
pasti jauh lebih keren
saya juga rasanya pengen mengulang perjalanan ke Bromo lagi. Waktu itu masih agak susah mengajak Nai bangun pagi. Jadi, cukup rewel saat menunggu matahari terbit. Mudah2an nanti bisa kesana lagi setelah Nai sudah bisa menikmati perjalanan 🙂
Jadi kebayang lagi gimana dinginnya air disana, mbak Monda…
🙁
Mbak Monda nggak naik tangga ke atas itu?
Hehe, kalo disuruh sekarang, saya udah nggak sanggup kayaknya…
😀
Etapi, kalo bareng-bareng orang tercinta, semua bakal bisa dilakukan kayaknya…kan penuh canda dan cinta…uhuy!
buna monda apa kabar? saya datang nih maaf ya baru bisa berkunjung lagi. Saya pingin deh ke Bromo tapi anak-anak masih kecil ya
halo, apa kabar bu monda? lama ga berkunjung ke blog ini, eee ada tulisan yang bikin ngiri. kenapa ngiri? karena walau kampung saya di jawa timur, tapi belum juga kesampean ke bromo dan ke air terjun madakaripura. padahal kemarin sempet juga ke malang.
tulisan dan gambarnya bikin ngiler bu.. 🙂
Aku belum pernah ke Bromo. Melihat dari cerita foto teman-teman yang ke sana, sudah ramai juga ya….
Pengen deh ke bromo.. Tapi gak mungkin kan yak bawa anak kecil.. Mungkin masih beberapa tahun (atau belas) lagi.. Hehehehe
Kak Monda …
Fotonya bagus bangeeettt …
Saya ini belum pernah ke Bromo … Bunda yang sudah pernah. Dia sering cerita pengalamannya naik ke Ranu Kumbolo dan sebagainya. Dan ketika melihat foto-foto disini … saya jadi semakin penasaran …
Salam saya Kak
(9/1 : 10)
Pengen banget ke Bromo tapi belum kesampaian juga. Pemandangannya itu loh yang indah banget ya mbak
tanteee…gambarnya kereeen sekali, umiku belum pernah ke gunung Bromo.
weiiiiss, jadi ke pengen ke Bromo lagiiii. Saya suka view dar penanjakan dan moment jalan kaki di lautan pasirnya
Keren banget. Foto-fotonya bagus.
Kalo suhu sampai minus dua derajat celcius udah kayak di negara barat aja ya.
Pasti seru nih, wisata di gunung Bromo. Tapi sayang, saya belum pernah ke Gunung ini.
Saya rasa ini adalah Taman Nasional di Indonesia dengan view terbaik yang pernah saya kunjungi. Kita bisa mendapatkan pemandangan dan pengalaman yang mewah dengan budget yang cukup minim dengan lokasi yang tidak jauh dari kota besar.
Ada gunung, padang pasir, padang rumput, air terjun, dan pemandangan matahari terbit terbaik yang pernah saya rasakan selama ini.