Memasuki gedung putih megah Museum Bank Indonesia yang walau berusia tua tetapi suasana di dalamnya sarat teknologi. Pengunjung yang datang masuk melalui pintu kaca otomatis dan melewati detektor logam. Lobi Museum Bank Indonesia megah dan sejuk, karena gedung ini full AC, langsung terlihat pemandangan cantik kaca patri di atas pintu masuk, salah satu dari total 1509 kaca patri.
Setelah menitipkan tas selempang, beli tiket masuk seharga Rp 5000 (cukup lama masuk museum ini gratis lho), dan kalau tertarik bisa sewa perangkat audio sebagai pemandu elektronik seharga Rp 50.000,- . Cara memakainya yaitu dengan memasukkan nomor yang tercantum pada benda koleksi , kemudian bisa dengar penjelasannya. Gadget ini sangat membantu, bahkan bisa mengulang beberapa kali klik supaya lebih paham dan kalau perlu mencatat keterangannya.
Koleksi Museum Bank Indonesia, sesuai dengan namanya, berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Salah satu koleksinya yaitu mengenai uang yang pernah beredar di Nusantara sejak jaman dahulu. Salah satu di antaranya adalah uang kampua atau bida. Koleksi ini bisa dibilang merupakan sebuah masterpiece, langka, dan juga karena bentuk dan cerita di baliknya yang sangat unik. Foto-foto berikut ini adalah kartu pos yang diterbitkan oleh Museum Bank Indonesia, bisa diperoleh di counter souvenir dekat pintu keluar.

Uang Kampua dibuat dengan keterampilan tangan, ditenun oleh putri-putri istana atau anggota keluarga kerajaan. Bahannya adalah kain katun berukuran panjang 140 mm dan lebar 170 mm. Menurut cerita uang kampua diciptakan pertama kali oleh Ratu Buton yang kedua, Bulawambona, sekitar abad ke-14. Kemungkinan kampua merupakan uang tertua di Pulau Sulawesi. Selain di Buton, kampua juga pernah diberlakukan di Bone, Sulawesi Selatan, dengan bahan serat kayu.
Jaman dahulu sudah ada sistem pengawasan mirip pengawasan bank sentral di masa kini. Jumlah dan corak uang beredar dikendalikan oleh Perdana Menteri yang disebut Bonto Ogena. Hampir setiap tahun motif dan corak kampua selalu berubah. Bonto mengawasi dan mencatat setiap lembar kain kampua, yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-potong.
Standar pemotongan kain kampua mengikuti bentuk dan ukuran tangan Bonto Ogena yaitu selebar empat jari dan sepanjang telapak tangan mulai dari tulang pergelangan tangan sampai ke ujung jari tangan. Nilai tukar untuk satu bida (lembar) kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam.
Setelah Belanda masuk ke wilayah Buton, kira-kira tahun 1851, fungsi kampua sebagai alat tukar mulai digantikan uang Kompeni. Nilai tukar untuk empat lembar kampua sebesar satu sen. Walaupun demikian, kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan Buton sampai tahun 1940.

Mata uang kuno Indonesia lainnya yaitu uang yang beredar di kerajaan Mataram, Jawa Tengah. Uang dicetak sekitar tahun 850/860 Masehi. Mata uang ini dibuat dari emas dan perak mempunyai berat yang sama dan mempunyai beberapa nominal satuan. Uang Ma beratnya 2,4 gram.
Gambar uang yang tertera pada tiket masuk Museum Bank Indonesia adalah mata uang Kesultanan Banten. Dibuat pada 1550 – 1596 M, koin emas ini juga mencerminkan pengaruh Cina pada desainnya dan pengaruh Arab pada ukirannya.
Pingin masuk ke Sana tp blm kesampean hehe itu musiumnya buka Dan tutupnya jam brpa ya Mba monda?
Ade bukanya jam 8-16 , Selasa sampai Minggu
Udah lama gak ke sini saya Mbak. Terakhir kapan ya? Keliling Kota Tua pokoknya, dari MSJ sampai Bahari sana.
Eh saya belum ke sana lagi setelah dipungut tiket masuk :malu. Menarik Mbak kartu posnya, saya jadi kepengen beli buat teman di luar daerah deh :hihi, habisnya tadi ditagihin kartu pos. Pas banget saya baca postingan ini. Terima kasih, ya!
di museum Wayang ada juga Gara
susah sekarang cari kartu pos, do obyek2 wisat udah nggak pada jual
[…] kartu pos untuk rekan-rekan blogger. Kartu pos tersebut sebelumnya telah dibeli di Museum Bank Indonesia dan Museum Wayang. Belakangan ini susah sekali cari kartu pos. Di obyek-obyek wisata kartu pos […]
Keren ya mbak, ada fasilitas gadgetnya segala. Ini tentu membantu sekali. Gak kebayangkan kalau mesti nyatat semuanya yang ada di museum. Bahkan meskipun cuma yang penting-penting aja dicatat. Kalau dicatatnya saat di museum itu juga ya tetap aja rempong hehehehe…
bisa suka2 ngulang infonya mbak
seumpama yang ngantar pemandu biasa rasanya sungkan kalau nanya melulu
Aku sudah lama pengen masuk sini tapi belumm kesampaian juga nih Mbak.
Di dalam boleh motret-motret juga apa nggak ya Mbak?
ada beberapa tempat yg nggak boleh pak..,