Bermain sepeda di halaman Gedung Arsip Nasional ( sumber: Kisahku )
Masa anak-anak adalah masa bermain, semua orang setuju dengan pendapat itu, benar kan? Jadi nostalgia deh mengenang senangnya masa anak-anak yang ceria. Rasanya seperti masa anak-anak itu hanya kejadian kemarin sore, padahal sih sudah berpuluh tahun lalu, hadeeh…. , tahun 70an lho. Kenangan manis itu masih melekat jadinya gampang ditarik ulang dari sudut-sudut penyimpanan di otak. Permainan masa kecil ketika itu sebagian besar adalah permainan luar ruang yang perlu interaksi dengan anak-anak lainnya. Contohnya main berondok (petak umpet), tak jongkok, main sembunyi tebak batu, kasti, main perosotan kardus, main tarzan, lempar gambar dan kuaci, adu buah para, main ya umar dan kakak Mia (ilustrasinya mirip dengan introduksi di blog penyelenggara GA), main ular naga dan lain-lain. Ternyata dihitung-hitung banyak juga ya .
Kurasa anak-anak masa itu lebih senang bermain di luar dengan memanfaatkan sumber daya alam karena juga belum banyak jenis permainan individual, kalaupun ada harganya sangat mahal. Selain itu siaran TV pun dimulai sore hari sehingga anak-anak punya waktu senggang sangat banyak sepulang sekolah. Jadilah setelah selesai makan siang mulai datang teman satu persatu ke rumah. Teman mainku adalah teman adik lelakiku ha..ha.., aku mainnya sama anak cowok, aku kelas 3 temanku anak kelas 2 dan kelas 1, masih SD lho. Teman cewek seusiaku lebih suka main di dalam rumah, pada rajin belajar.
Saat itu keluarga kami tinggal di kompleks perumahan dinas dari perusahaan tempat almarhum papaku kerja. Lokasi perumahan itu di Pangkalan Brandan, kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kompleks perumahan itu dibangun di lahan yang sangat luas bekas perkebunan karet dengan kontur tanah yang berbukit-bukit yang masih tetap dipertahankan sesuai aslinya, tanah tak diratakan seperti kebiasaan perusahaan properti jaman sekarang supaya bisa diperoleh kavling sebanyak-banyaknya. Dengan kontur tanah seperti itu banyak tersedia ruang bermain, apalagi antar rumah tak ada batasan pagar halaman, bisa main sepeda ke mana-mana. Orang tua kami tak pernah melarang anaknya bermain di bukit dan jurang, malahan seringkali almarhum papa ikut serta bermain bersama kami.
Permainan masa kecil yang disebutkan di atas butuh teman untuk eksekusinya, jadi harus ada teamwork, harus ada kerja sama yang baik. Tapi namanya juga anak-anak, pastilah ada saja yang namanya ngambek, nangis, musuhan, tapi nggak pernah lama, kalau mau berbaikan kembali kelingking sama kelingking ditautkan, setelah itu lanjut main lagi seolah tak ada masalah. Nah, jadi dari bermain pun bisa menjadi sarana belajar bersosialisasi, mengungkapkan pendapat, rembukan, memecahkan masalah, menurunkan ego dan tenggang rasa. Wah, banyak ya manfaat bermain selain mengembangkan motorik kasar dan bersenang-senang .
Lokasi perumahan di bekas lahan perkebunan karet punya keuntungan juga. Rumah kami letaknya di bukit-bukit kecil, sehingga di sekitar rumah ada jurang yang tak terlalu dalam. Sisa perkebunan karet masih terlihat jejaknya karena masih ada beberapa batang pohon karet di jurang. Pohon-pohon karet itu masih bisa menghasilkan getah. Entah siapa dulu yang memulainya sehingga kami jadi keranjingan bikin bola dari getah karet. Kulit batang pohon karet digores panjang dengan pisau sehingga keluarlah getahnya yang lalu ditampung memakai daun atau tutup kaleng bekas. Getah pohon karet itu lalu dioleskan tipis di bagian dalam lengan kiri. Ditunggu beberapa saat sampai getah kering sambil ditiup. Setelah mengering lapisan getah karet ini bisa digulung, demikian berulang-ulang oleskan lagi getah karet sampai menjadi bola kecil. Bola yang dihasilkan tentu tak besar, paling besar juga seukuran gundu atau bola bekel, terlanjur bosan he.. he… Getah karet itu menimbulkan aroma khas, yang tiba-tiba kurindukan.
Tak hanya getah karet yang jadi permainan, buah pohon karet pun bisa dipakai. Buah dari pohon karet yang bernama lain buah para yang berjatuhan di atas tanah dikumpulkan. Kulit buah para cukup keras berwarna coklat kehitaman dan bermotif loreng. Buah para dipakai buat main aduan. Cara bermainnya yaitu dengan menumpuk dua buah para lalu dihantam dengan genggaman tangan sampai buah pecah dan terlihat daging buahnya yang berwarna putih.
Buah senduduk matang ( Sumber : Kisahku )
Bila merasa bosan bermain di sekitar pohon karet, kami lalu mencari buah-buahan hutan yang bisa dimakan seperti buah senduduk, buah rambusa dan buah jambu monyet. Kadang-kadang kami juga mengambil tanah liat dan membuat mainan peralatan seperti piring, cangkir atau asbak, kemudian mainan ini dipakai untuk bermain masak-masakan. Piring tanah liat ini untuk meletakkan daun-daunan yang sudah diiris. Bermain di alam sangat menyenangkan dan orang tua tidak melarang kami bermain berkotor-kotor di sana. Dulu bahkan suka bermain meniru Tarzan dengan berayun di akar pohon beringin besar, eh peganganku terlepas dan jatuh terjerembab ke kolam bebek, wk..wk…, lalu bermain perosotan kardus dari atas bukit dan meluncur ke bawah. Bermain di lumpur juga pernah kami lakukan untuk menangkap belut. Semua permainan di luar rumah itu pastilah bikin baju kotor, kulit hitam, luka baret di sana sini, bersyukur orang tuaku tak marah dan tak melarang main seperti itu.
Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil yang diselenggarakan oleh Mama Calvin dan Bunda Salfa
main petak umpat banyak istilahnya di berbagai daerah ya bun. Bunda Monda biasa dengan kata berondok baru tahu saya. Terima kasih sudah berpartisipasi ya bun
kata berondok itu kata2 masa kecil mbak..
kak Monda, sama kita, dulu aku sama kawan2 juga suka main alep berondok alias petak umpet 😀 ah, masa kecil memang menyenangkan ya kak 🙂 semoga menang kak!
thanks supportnya Messa..
ha..ha.. iya aku lupa dari tadi tuh mikir kata alip..kita di sana kan nyebutnya alip jongkok ya., sekali lagi thanks diingatkan
Sebenarnya anak sekarang juga suka main di luar cuman laham semakin terbatas dan perkembangan teknologi. Saya hanya bersyukur karena jadi bagian generasi yang ikut bermain di luar. Cieehhh..!!! Sok2an generasi 90-an. Sama mbak, kasihan anak sekarang. Dikondisikan lingkungan jadi individualis
iya lahan makin sempit dan banyak kendaraan lewat jadi khawatir melepas anak2 main di luar ya
Bermain di luar, berlarian, berpeluh ya mbak. Moga tiap perumahan ada ruang terbuka hijau buat anak-anak. Selamat mensukseskan GA sahabat ya mbak.
terima kasih dukungannya mbak..
iya masa kecil, sepedaan suka lari2an ke sana kemari nggak kenal capek
Beberapa kali sewaktu kecil juga aku sering main di sekitar kompleks rumah. Tapi ya sudah tahun 90an sehingga sudah lumayan banyak jalan dan perumahan gitu, hehe. Pernah sekali waktu di Jakarta main petak umpet di rumah yang sedang dibangun 😛 .
lho kok mainnya di rumah yang lagi dibangun, bahaya banyak paku berserakan
Duh…kok bisa sih bikin bola dari getah karet mbaaak hehehe…
Untunglah di komplek rumahku sih kalo sore anak2 masih pada rame dan main, ada yang main sepeda, main bola, kejar2an.
Jadi Insya Allah Kayla & Fathir masih bisa merasakanlah permainan kayak gini hehe…
alhamdulillah…, bisa tinggal di kompleks yang nyaman dan menyenangkan buat anak2
Jaman dulu mah enak, tanah lapang masih banyak Mbak. Jaman sekarang anak-anak putar-putar aja di gadget. Klo mau leluasa ya diajak ke taman bermain. Jadi ingat istilah *Enak jamanku tho??? hahaha
enak jamanku tho… he..he.., betul juga
kaya kenal sama tanaman itu, dulu banyak di rumah tapi sekarang udah jarang
pasti kenal deh mbak Ev dengan tanaman ini, bunganya ungu
Permainan tradisional sekarang sudah langka.
Permainan anak-anak berkembang sesuai jamannya. Namun ada juga permainan yang lestari, masih eksis hingga sekarang. Layang-layang misalnya masih digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Kini gadget sudah menjadi idola karena bisa main games di sana. Bukan hanya monopoli anak kota tetapi juga anak-anak di pedesaan.
Salam hangat dari Jombang
gadget masuk kampung2…, ada yang nyewain lho pak de
Masa kecil kita sama kayaknya Mbak Monda…kotor, item, badan penuh baret…tapi asiikkk…
ha..ha.. iya itemnya itu yang masih nyisa sampai sekarang
Sukses GA nya Mbak…
trims mbak Lies
ingat mainan jaman dulu jadi rindu kampung hikss.. sama dengan kak monda kami dulu tinggal di komplek perumahan minyak. jadi kadang suka main perosotan dijalan yang berbukit-bukit atau jurang kecil gitu dan masih banyak hutan hehehehe..
eh.eh.. sama2 anak minyak…, jangan2 pernah tinggal di kompleks yg sama
Aaah indah ya kak kalo diingat ingat, dulu pas SD yang kuinget masih gabung deh cewek cowok main lari larian kejar-kejaran/petak umpet/tak jongkok atau karet kalo cewek doang sama main masak-masakan aja di luar rumah, kak, sama tetangga. Ambil bunga, pake batu bata buat kompor komporan, keliling komplek cari cabe/bunga tahapahapa buat ‘dimasak’, ah seruuu, Dulu ortu juga santai sih ya ngelepas kita main ke luar rumah, main sepeda sampe ke mana mana juga santaiii aja dilepas ortu, eh sekarang aku juga parno kak kalo anak anak main di luar tanpa aku jaga hiks.
Good luck giveawaynya kaaak
jaman sekarang ini emang bikin ortu parnoan Sondang,….
enak ya masa kecil bisa coba mainan segala macam.., jadi ingat terus kenangan manis itu
aku nggak jago main karet, nggak bisa lompat tinggi