Kesempatan Minggu pagi di Bukittinggi kupakai untuk jalan santai di sekitar hotel. Nggak disangka lho, malah tak sengaja melihat benda cagar budaya di kota itu, Menara Polwan dan Gereja Katolik Bukittinggi.
Gunakan waktuku semaksimal mungkin saat bepergian wisata ke luar kota. Masalahnya diriku termasuk orang yang gampang terjaga di pagi hari. Sayang ya waktu terbuang, karena toh tak mampu wisata malam. Bangun cepat tetapi akibatnya jam 9 malam sudah teler dan pelor, nempel di bantal langsung molor.
Mengulang cerita, ke Bukittinggi nggak hanya wisata melainkan juga menghadiri pernikahan dua sahabat blogger. Titik asal Jogjakarta dan Bunda Lily masih berkemas di hotel, aku kabur dan berbaur dengan warga yang lari pagi dan jalan santai. Hotel Kharisma Bukittinggi letaknya di jalan utama, tak jauh dari lokasi Jam Gadang. Nah itulah yang kudapat, di jalan yang tak terlalu panjang itu ada 3 buah bangunan cagar budaya seperti sekolah, gereja Katolik dan Monumen Polwan.
Monumen Polwan Bukittinggi
Perlu diperjelas kunjungan ini adalah di tahun 2014. Kini, tampilan Monumen Polwan berubah karena telah dipugar. Peresmiannya pada 2015 oleh Kapolri masa itu bapak Badrodin Haiti, bertepatan dengan HUT POLWAN ke 67. Monumen yang dibangun pada 1992 ini telah 3 kali dipugar.
Tulisan ini adalah sebuah update, semula hanya berupa foto tanpa narasi. Komentar dari uda Alris yang menyarankan untuk googling karena ada kisah sejarah di balik monumen ini.
Awalnya hanya sekilas melihat monumen yang terletak di simpang jalan di sekitar Lapangan Kantin. Monumen ini berukuran kecil dan tampilannya sederhana tak menarik perhatian. Mungkin bila orang melaluinya dengan kendaraan pun tak akan menoleh Pejalan kaki santai sepertiku yang mendekati karena ada prasastinya. Di prasasti tertulis Esthi Bhakti Wirasari.
Merangkum berbagai informasi dari sumber terpercaya begini sekilas cerita sejarah lahirnya korps polisi wanita di Indonesia.
Saat Agresi Militer Belanda II yang terjadi setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia, banyak pengungsi di mana-mana. Demi keamanan warga masyarakat tentu perlu pemeriksaan terhadap mereka. Para pengungsi wanita tak mau diperiksa oleh polisi pria. Karena alasan itu pemerintah darurat Indonesia di Bukittinggi menunnjuk Sekolah Polisi Negara membuka pendidikan inspektur polisi wanita pada 1 September 1948.
Dari seleksi itu terpilih 6 orang gadis Minangkabau. Polwan pertama Indonesia ini adalah Mariana Saanin Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmainar Husein, Rosnalia Taher. Bangga ya pada mereka yang berani memulai langkah jadi yang pertama.
Gereja Katolik Bukittinggi
Bangunan bergaya Eropa ini dekat sekali dengan hotel tempat kami menginap, hanya berjarak beberapa meter. Letaknya di seberang Monumen Polwan. Gereja ini bernama St Petrus Claver.
Tak ada data yang bisa diperoleh, hanya di halaman depan gereja ada papan nama khas Bangunan Cagar Budaya.
banyak peninggalan sejarah yang asik ya?
coba maksimalin sudut jepretnya biar bisa lebih dapet gregetnya 😀
kaya gimana tuh mas sudut jepret? 🙂 aku gaj ngerti moto2
wah..iya..sudutnya gimana kang..
ok..aku..ntar upload di Asal Jepret
Sudut jepret mungkin sudut pandang, atau angle ya.. setiap org memang punya sense sendiri ketika ambil foto.
Kalo aku biasanya mengamati sejenak apa yg ditangkap lensa dan tampil di layar sebelum tekan tombol shutter.
Asiknya kamera diital kan gitu, tp klo pun kurg puas tinggal ulangi lg. Kebayan gk klo pake kamera analog.. ngabisin berapa roll film 😀
thanks ya Noe tambahannya
Ada monumen Polwan. Wah ternyata polisi wanita sangat special ya kak di Bukit tinggi sampai ada monumennya 🙂 .
kk belum jelas bener sejarahnya
ini ktnya monumen untuk polwan pertama.., udah nyari2 belum nemu infonya
Polwan pertama emang dari Bukittinggi, coba gugling deh.
Wah, ada monumen polwan ya kak…baru tau kalo ternyata ada juga monumen polwan di indonesia ini 😀
iya.., kk baru tau juga tapi belum jelas cerita di baliknya
Semakin terbukti julukan “sang mata cagar” dari Uni Adel, jalan pagi selintaspun nemu BCB pun uniknya museum polwan. Salam
he..he..iya mbak..
kl gereja itu dekat banget dari hotel..,maksudnya sih pengen moto2 gerejanya tapi dapat bonus bangunan lainnya
Kapan yooo isoo poto didepan Jam Gadamg aseli. 😀
ayuuk..ajak Una deh…
bunda pengen ke Dieng juga belum kesampaian
oooh…jadi yang waktu pagi pagi itu dah ngilang sama Tt…..rupanya ngambil foto2 ini ya…. hehehe 😛
asli Bun, keren semua….
Siapa dulu dongh ya moto…….. 🙂
(pengen kesana lagi yuuuk….) 🙂
salam
yg berdua Titi itu ke jam gadang mam…,,
kl yang ini sendirian, Titi lagi packing dan mamihnya lagi mandi.., he..he.. aku suka kabur2an ya…
kabur2an yang keren ini mah, Bun ….
mantaff…. 🙂
salam
klasik..dan selalu menarik 🙂
setuju Wiend
Gereja Katolik dan Monumen Polwan ?
Saya belum pernah kesana nih …
Ini pasti pemandangan yang langka nih …
Salam saya Kak
(16/3 : 10)
iya oom.., cuma sekelebatan jalan dan dari atas kendaraan memang kedua tempat ini tidak begitu menarik perhatian,
tapi pas jalan kaki barulah bisa seksama lihat keunikannya
Gedung2 bersejaraah… selalu menarik untuk dikunjungi yaa.. heuheu.. semoga suatu hari bisa ke bukit tinggi jugaakm
tinggal selangkah lagi Noe.., dekat kan..
mudahan bisa jalan2 ke sana ya
[…] Monumen Polwan ini pernah muncul di Berbagi Kisahku, tampil lagi karena mencocokkan dengan tema monument.. Tugu ini kupotret ketika sedang berjalan […]
Mbak Monda itu persis banget sama mas Budi, orang yang semangat di pagi hari…hehe, saya sebaliknya mbak, biarpun hampir tengah malam, biasanya saya masih segar bugar, tapi begitu bangun pagi, duh, bawaannya males melulu…parah ya!
🙁
he..he.., makanya kayak bayi aja nih.., jam 8 atau 9 itu udah tidur nyenyak
[…] Monumen Polwan ini pernah muncul di Berbagi Kisahku, tampil lagi karena mencocokkan dengan tema monument.. Tugu ini kupotret ketika sedang berjalan […]