Kunjungan pertama ke kota Semarang tahun 2011 tak dikhususkan wisata, tetapi menghadiri undangan pernikahan. Makanya belum sempat mengunjungi kelenteng Sam Po Kong (orang Semarang menyebutnya kelenteng Gedung Batu) yang menjadi salah satu ikon pariwisata ibukota propinsi Jawa Tengah. Akhirnya jadi penasaran banget deh. Rasa penasaran itu sedikit terbayar karena dalam perjalanan pulang secara tak sengaja menemukan Cagar Budaya Kelenteng Talang Cirebon yang punya hubungan dengan Sam Po Kong.
Kelenteng Talang Cirebon
Pulang dari Semarang keluarga raun menginap semalam di Cirebon. Tentu saja kesempatan ini dimanfaatkan dong untuk wisata kuliner aneka hidangan khas kota udang. Tujuan kami antara lain mau cari Nasi Jamblang ngetop di sekitar pelabuhan Cirebon. Eh tak dinyana kami malah secara kebetulan menemukan Kelenteng Talang ketika raun-raun di sekitar pelabuhan.
Kelenteng Talang ini sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya dan katanya merupakan petilasan atau tempat persinggahan Sam Po Kong. Lokasinya di depan gedung tua BAT.
Secara kebetulan tertumbuk pandangan mata pada plang cagar budaya Kelenteng Talang. Dipersilahkan masuk ke dalam oleh bapak-bapak yang sedang duduk di teras kelenteng. Melihatku ragu melangkahkan kaki, kata mereka tak usah sungkan, pemeluk agama lainnya banyak juga yang sengaja datang untuk melihat bukti sejarah. Memang dari buku tamu kulihat banyak orang datang dengan alasan itu. Selain perlengkapan keagamaan, di sini juga ada sebuah pohon keluarga yang dimulai dari Raja Majapahit Hayam Wuruk sampai ke pendiri Kelenteng Talang, Tan Sam Cay. Pohon keluarga ini menunjukkan kedekatan darah raja-raja di Jawa lainnya dengan keturunan Tionghoa perantauan.
Para bapak ini pula yang mengabarkan keberadaan cagar budaya lainnya yaitu Masjid Merah Panjunan. Alamat dan ancer-ancer yang diberikan cukup jelas sehingga langsung kami cari sepulang dari sini.
Kelenteng Talang – jl Talang Cirebon (sumber : Kisahku)
Cagar Budaya Kelenteng Talang ini berukuran kecil, sederhana dan tak banyak ornamen. Kelenteng ini sebelumnya bernama Sam Po Toa Lang, untuk mengenang tiga orang utusan dinasti Ming yang pernah singgah di Cirebon ratusan tahun lalu. Mereka adalah Laksamana Cheng Ho, Laksamana Kung Wu Ping, dan Laksamana Fa Wan. Toa-Lang artinya adalah orang-orang besar. Bangunan kelenteng ini dibangun sekitar tahun 1400an.
Di sini ada sebuah altar yang digunakan untuk memuja Tan Sam Cay, atau Haji Mohamad Sjafi’I. Beliau adalah Menteri Keuangan Kesultanan Cirebon tahun 1569-1585. Gelarnya Aria Dipa Wira Cula dan besar jasanya dalam membantu Sunan Gunung Jati dalam mengembangkan Islam ke Priangan Timur dan Garut
Konon Kelenteng Talang ini sebelumnya adalah sebuah masjid. Namun Tan Sam Cay pada akhirnya kembali memeluk Konghucu, serta mengubah mesjid Talang menjadi sebuah kelenteng.
Gapura Kelenteng Talang Cirebon (Sumber : Kisahku )
Kelenteng Sam Po Kong Semarang
Empat tahun kemudian, 2015, kami kembali ke Semarang dalam perjalanan Tour de Jawa Tengah. Akhirnya bisa melihat wajah baru Kelenteng Sam Po Kong. Dari hotel sempat tanya banyak orang letak kelenteng ini, ternyata orang Semarang lebih familiar bila disebutkan Gedung Batu.
Wajah kompleks kelenteng ini sudah tak sama dengan foto-foto yang dulu pernah kulihat. Perubahan penampilan ini terjadi menyambut 600 tahun pendaratan Laksamana Cheng Ho.
Laksamana Cheng Ho alias Zeng He disebut sebagai salah satu orang penting dalam sejarah dunia. Rekaman tertulis yang dibuat selama pelayaran menunjukkan arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai kota pelabuhan yang disinggahi. Catatan ini bisa mengubah peta navigasi pelayaran dunia. Armada Laksamana Cheng Ho adalah yang terbesar sepanjang sejarah pelayaran menjelajah dunia. Armada terdiri dari ratusan kapal besar dan kecil yang memuat bahan makanan dan cadangan material kapal. Bahkan ukuran kapalnya 5 kali lebih besar daripada kapal Columbus yang menemukan benua Amerika.
Laksamana Cheng Ho (difoto di Museum Bank Indonesia)
Uniknya perjalanan armada dari kekaisaran Tiongkok ini bukan untuk menambah tanah jajahan seperti bangsa Eropa, tetapi katanya hanya untuk show of force menunjukkan kebesaran kaisar Tiongkok. Armada ini datang ke Indonesia sebanyak 7 kali, singgah di beberapa tempat dan pada akhirnya ikut menyebarkan budaya, kesenian dan agama Islam.
Siang itu cukup terik, apalagi pantulan sinar matahari membuat paving block di kompleks Sam Po Kong terasa ikut memancarkan panas. Tapi namanya sudah datang dari jauh setelah sekian lama yah biar panas tetap dijabanin, diselingi dengan duduk berteduh di bawah pohon. Untuk mengurangi terpaan panas terpaksa pakai topi dan payung.
Kompleks Sam Po Kong ini terdiri dari beberapa bangunan yang eksterior dan interior memakai langgam khas Tiongkok. Di bagian kanan gerbang masuk ada sebuah anjungan terbuka tempat pengunjung bisa beristirahat. Di sebelah kiri gerbang ada deretan kelenteng yang terbuka hanya untuk pengunjung yang mau beribadah. Ada 4 buah kelenteng di sini yang bernama Kelenteng Dewa Bumi, Kelenteng Juru Mudi, Kelenteng Sam Po Tay Djien dan Kelenteng Kyai Jangkar.
Bangunan-bangunan megah berwarna merah mencolok ini memang sangat menarik dan bisa jadi latar belakang foto yang cantik. Pengelola menyediakan spot cantik yang ditandai dengan bentuk lingkaran di tanah. Nah ambil posisi di dalam lingkaran dan buat foto dari berbagai sudut. Layak pajang deh di akun Instagram he.. he.. Atau bisa juga sewa kostum tradisional Tiongkok di sini.
Benda bersejarah yang ditinggalkan armada Sam Po Kong antara lain sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon, lonceng Cakra Donya di Museum Banda Aceh

Menutup sajian ini ada baiknya dengan menyantap Lontong Cap Go Meh, masakan hasil akulturasi kebudayaan Jawa dan Cina. Lontong Cap Go Meh biasa disajikan pada hari ke 15 (cap go meh) sebagai hari penutup rangkaian Tahun Baru Imlek. Masakan ini berupa lontong sayur ditambah opor ayam, sambal dan taburan bubuk kedelai. Nikmat sekali, salah satu hidangan favoritku.
Jejak sejarah di dua kota yang terkait dengan perjalanan muhibah Laksamana Ceng Ho sangat menarik bukan? Jangan lupa sambangi Kelenteng Talang Cirebon dan Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong Semarang.
duh jadi inget ada postingan serupa yang belum di publish.. hahahaahaha
nah lho tunggu apalagi .. buruan posting deh .. jadi pengen tau
Bagus banget ya kak klentengnya, malah jadi keliatan kayak bukan di indonesia 😀
serasa di Tiongkok ya … merah merona
saya belum kesampaian juga mendatangi klenteng. Penasaran 🙂
wah… bisa dijadiin target wisata berikutnya nih
kalau klenteng sam po kong saya sudah pernah berkunjung bun tapi kelenteng talang belum pernah. Good luck ya bunda monda
terima kasih ya mbak Lidya
ke kelenteng Sam Po kong waktu mudik ya
Wah kemarin aku gak ke Klenteng ini nih…
baru pulang dari Semarang ya Zee?
Cirebon Semarang diikat oleh merah klenteng. Sukses di GA ini ya mbak.
ah iya … dua daerah yang pernah disinggahi Laks Cheng Ho coba dihubungkan
aku sempat ke kelenteng sam po kong tapi karena buru-buru nga puas dech kak pengen balik lagi hehehe..
Terimakasih ya sudah berpartisipasi, good luck!
waaah sam poo kong memang bikin pengen ke sana lagi dan lagi
klenteng dengan warna merah ngejreng-nya ditambah ornamen2 khasnya jadi spot bagus untuk foto foto.
Laksamana Cheng Ho jadi bagian kisah sejarah yang penting tentang bangsa Cina yang datang ke Indonesia.
bagian sejarah tetapi kekinian ya
Saya baru pernah ke Kelenteng Sam Po Kong, he he…sudah lama sekali. Kayaknya harus berkunjung lagi nanti.
Tapi baru kali ini dengar ttg kelenteng talang ini. Rupanya masih satu sejarah dg perjalanan Laksmana Cheng Ho ke Indonesia ya Mbak.
kelentengnya memang kecil banget mbak.., dan mungkin karena hanya persinggahan jadi nggak banyak dibicarakan
Udah sering dengar nama Laksamana Cheng Ho, tapi baru tahu armadanya semegah itu setelah baca tulisan ini. Memang sesuai dengan tujuan “pamer kekuatan” klo armadanya kaya gitu hehe
Wah, mampir ke Klenteng Sam Po Kong kayanya cocok klo agak pagian ya mbak?
Tanah lapangnya luas2, dari foto aja keliatan panas klo udah siangan… 😀