Sabtu pagi, dua hari lalu, ada acara menarik di salah satu stasiun TV nasional menampilkan acara Mane’e. Mane’e sebuah acara menggiring dan menangkap ikan yang dilakukan masyarakat kepulauan kecamatan Nanusa, kabupaten Talaud, Sulawesi Utara. Daerah ini di utara berbatasan dengan Filipina. Acara saat itu berlangsung di pulau Kakorotan. Pulau lainnya, Intata dan Malo juga biasa ditemukan acara ini. Mane’e kini sudah menjadi salah satu daya tarik pariwisata di kepulauan Nanusa ini.
Dari Manado ada penerbangan 50 menit ke Melonguane, ibukota kabupaten Talaud. Dari sini naik speedboat selama 5 jam ke pulau Kakorotan.
Pagi hari terlihat kesibukan beberapa orang yang masing-masing membawa banyak daun kelapa muda, pucuk daun yang di daerah lain biasa dipakai untuk membuat janur. Mereka menggabungkannya dengan pucuk daun kelapa menggunung di sudut pantai putih bersih. Di sebelahnya ada tumpukan lain, sepertinya gulungan akar pohon, yang sepintas mirip rotan. Pastilah mereka sedang bersiap untuk mempersiapkan acara mane’e.
Ketika pagi semakin terang, para lelaki desa itu mulai berkumpul dan mulai pekerjaan mengikatkan janur pada akar pohon kecil itu. Jalinan janur dan rotan yang disebut sammy itu bisa mencapai panjang 3 kilometer. Karena banyak yang bergabung, pekerjaan itu cepat sekali selesai. Malam harinya para tetua adat berkumpul dan membacakan doa-doa dalam bahasa setempat agar acara Mane’e esok hari berjalan lancar.Waktu pelaksanaan Mane’e diputuskan bersama oleh para tetua adat yaitu pada saat laut surut, biasanya bulan Mei.
Pagi hari salah satu ujung sammy dibawa ke tengah laut dengan perahu, ujung satunya langsung dicemplungkan di dekat pantai. Kedua ujung ini nantinya akan membentuk setengah lingkaran. Dengan aba-aba pemimpin acara, masyarakat mulai menarik sammy sampai mendekati pantai, Lalu ikan-ikan yang tergiring bisa diambil dengan memakai tobak, jala kecil atau cukup dengan tangan saja.
Mane’e berarti kebersamaan. Ikan-ikan yang didapat diolah dab dimasak lalu disantap bersama-sama. Acara Mane’e bermula di tahun 1600an. Saat itu terjadi tsunami yang menyebabkan terbentuknya ketiga pulau Nanusa itu, dengan laut di antaranya yang cukup dangkal. Penduduk yang masih trauma tak berani melaut sampai mereka kelaparan. Agar masyarakat mau kembali melaut mencari ikan, maka seorang sesepuh adat mengajak menggiring ikan yang kemudian disebut Mane’e ini.
Ingin lebih jelas mengenal acara ini, bisa lihat videonya di sini
Mane’e budaya lokal menangkap ikan dengan peralatan yang tersedia dan jumlah tangkapanpun sesuai dengan kebutuhan dasar ya Mbak. Kreatifnya dengan dikemas sebagai wisata budaya. Salam
bahan seadanya bisa juga untuk menggiring ikan, takjub deh mbak
kok nggak pada lolos dari bawah untaian janur ua
Ih, hebatnya masyarakat Indonesia ini ya, mbak…idenya selalu berdasarkan prinsip dasar kebersamaan.
Mane’e ini sempat saya lihat sebentar tayangannya, dan memang, saya kagum dengan semangat pantang menyerah yang mereka miliki tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional yang mereka punya 🙂
Salam kangen, mbak Mondaaaaa…
mbak Irmaa …. lama banget nggak beredar ya.., kangen euy dengan cerita2nya, mudahan mengalir lagi ceritanya setelah beres urusan2 ananda
seru ya mbak, rame2 ngumpul terus rebutan nangkap ikan, tapi tetap guyub nggak pake berantem
mane’e konsepnya bagus ya kak.. kebersamaan dan penggunaan peralatan yang ramah lingkungan. andai konsep ini digunakan sehari2 tentu lebih baik, sayangnya jika sudah menyangkut rezki biasanya kita kembali bersikap individualis, gak lagi memperhatikan kepentingan bersama, aplg kelestarian lingkungan.
emang cara tradisional umumnya ramah lingkungan, cuma uniknya kok bisa ikannya nggak lolos ya…
Aih…keren ya Bun, konsepnya canggih bgt saat Mane’e dilakukan pertama kali zaman baheula itu, tambah keren krn masih dilestarikan hingga sekarang
iya kepikiran aja kok ya bisa pakai janur untuk menggiring ikan
Dari Manado ada penerbangan 50 menit ke Melonguane, ibukota kabupaten Talaud. Dari sini naik speedboat selama 5 jam ke pulau Kakorotan.
Beuh … jauh betul ya Kak …
Indonesia memang sangat luas
salam saya Kak
iya jauh banget ya oom,
tak jauh lagi dari sini bakalan sampai Miangas, pulau terluar Indonesia di wilayah ini
Wah, acara spt itu adalah acara kesukaan suamiku yang selalu ditontonnya di televisi 🙂
seruuu mbak nonton acara2 kebudayaan tradisional seperti ini, aku sukaaa
mba.. aku ngerasain kemaren jalan 3 jam aja.. kapalnya cuma 1 jam sih, berasa jauuuuh banget.. ini naik speedboat 5 jam?
apapun yang terjadi, bersyukur hidup di Indonesia ^^
aku juga kayaknya bakalan ngeri hi..hi…
10 menit aja dibawa ombak sereem
Kak Monda, saya sudah lihat videonya. Wah canggih juga tanpa menggunakan jaring ikan bisa dapat banyak ikannya 😀 . Waduuhh jauh ya ke lokasinya, dari Menado masih 5 jam lagi, saya menikmati acaranya di video saja hehe.
bagus ya Nel kerja samanya,
semua nurut pada pemimpin adat, acaranya jadi tertib nggak ribut2
Wah aku baru tau ada acara kayak gitu mba.. Tapi lama juga ya 5 jam naik speedboat @_@ huhuhu..
iya ih.lama banget menuju pulaunya itu…aku sendiri takut ngebayangin perjalanannya..
sepertinya saya pernah nonton tayangan ini saat ikut TV berlangganan, tapi kapan udah lama banget sih.
Ada banyak hikmah dari kegiatan ini karena dilakukan penuh keakbran dalam kebersamaan mulai dari mempersiapkan bahan, mencari, sampai mengkonsumsinya
kebiasaan gotong royong dan kebersamaan memang masih lekat di bangsa ini ya pak, sukaa sekali
salah satu kearifan lokal Nusantara… khasanah budaya yang luar biasa.. Semangat kebersamaan itu yang kini makin tergerus bu monda, apalagi di ibu kota heheh…
Kalau mau menghitung sebetulnya di negeri kita ada banyak ritual budaya ya Mbak. Sayang acara budaya itu tak terlalu di ekspos sehingga banyak orang yang belum tau seperti acara di kotanya Idah Ceris di Banjarnegara kemarin. Kalau gak baca-baca di blog saya juga gak tau ada tradisi semacam ini..
Waaahh.. jauh banget ya bun lokasinya..
salah satu ciri khas masyarakat kita adalah kreatif, seperti cara di atas tersebut, hehehe
setuju..kalau kita kreatif..
Bagus banget idenya ya… menghalau ikan ke tepi sehingga mudah ditangkap.
iya mbak.., tinggal ambil aja nggak pake susah
waah… cara tradisional yg ramah lingkungan ya mbak…
aku rada bimbang juga cara ini ramah lingkungan
karena semua jenis ikan terperangkap, ada ikan buntal yg tak dikonsumsi, atau ada anak ikan yang diambil juga…, takutnya ikan2 yang nggak dimauin itu nggak dibalikin ke laut
iya, lucu ya ..ceritanya Idah..
masyarakat nggak sabar langsung berebut ikan, padahal maunya acara pembukaan oleh para pejabat dulu