Bendera Pusaka dan Ibu Fatmawati Soekarno seakan menjadi sebuah frase yang tak terpisahkan. Yuk mengingat cerita bendera bersejarah yang dijahit oleh ibu Fatmawati Soekarno (1923 – 1980) memakai sebuah mesin jahit tangan.
Bulan Agustus bulan yang istimewa untuk rakyat Indonesia. Di mana-mana di pelosok tanah air rakyat merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan. Bahkan persiapannya sejak dari awal bulan. Meriah. Siaran langsung upacara peringatan detik-detik Proklamasi di Istana masih diminati. Di acara ini bisa dilihat Bendera Pusaka diserahkan oleh Presiden ke tangan salah satu anggota Paskibraka.
Kisah Bendera Pusaka dan Ibu Fatmawati
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih adalah bendera Indonesia yang pertama kali dikibarkan pada acara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Lokasi pengibaran bendera di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, di rumah Bung Karno. Pengibar bendera merah putih pertama kali itu adalah Paskibra yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat.
Namanya pun Bendera Pusaka sudah pasti sebuah benda yang sudah berumur. Terakhir dikibarkan pada 1968. Usianya yang lanjut membuat bendera ini rawan lapuk. Oleh karena itu bendera hanya dikeluarkan sekali setahun untuk diperlihatkan secara simbolis. Bendera yang dikibarkan di Istana Negara adalah replika dan dibuat dengan bahan kain sutra.
Kisah lengkapnya bisa dicek antara lain di Wikipedia.
Mesin Jahit Tangan Ibu Fatmawati
Di pojok ruangan terlihat mencolok dua benda bersejarah. Mesin jahit Singer berwarna merah, produksi 1941, dan kursi yang dipakai almarhumah ibu Fatmawati Soekarno ketika itu. Keduanya kini menjadi koleksi Rumah Ibu Fatmawati Soekarno.
Melihat benda yang mampu membawa ke masa lalu itu membuatku terpaku sejenak. Kubayangkan potongan adegan ibu Fatmawati yang sedang hamil tua anak pertamanya, Guntur Soekarnoputra, menyatukan dua helai kain merah dan putih menjadi sebuah bendera. Karena sudah hamil besar, almarhumah ibu Fat tak bisa lagi memakai mesit jahit dengan pedal.
Ukuran bendera pusaka itu 2 x 3 meter. Seseorang mengantarkan kain itu kepadanya, katanya kedua helai kain itu berasal dari seorang anggota tentara Jepang. Kala hendak mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan, baru teringat tak ada bendera. Ibu lalu bergegas mengambil bendera yang dibuatnya setahun sebelumnya. Bendera itu akhirnya berkibar gagah setelah pembacaan naskah Proklamasi.
Bendera pusaka sekarang disimpan di Monumen Nasional tepatnya di Ruang Kemerdekaan, Cawan Tugu Monas. Bendera diletakkan dalam sebuah vitrin yaitu kotak terbuat dari kaca tebal yang kabarnya anti peluru.
Rumah Ibu Fatmawati Soekarno
Tiba di bandara Bengkulu, langsung check in ke hotel Santika Bengkulu dan lanjut minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati Soekarno. Lokasi rumah di jalan Fatmawati yang ramai (dahulu Anggut) kelurahan Penurunan, kota Bengkulu. Walau dulu tinggal tiga tahun di kota ini, entah kenapa tak pernah mampir di rumah ibu. Hanya sekedar lewat saja. Sejak dulu rumah ini sepi. Padahal aku sudah pernah berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno. Ngomong-ngomong di jalan ini juga banyak toko oleh-oleh Bengkulu.
Saat itu pengunjung hanya aku sendiri dan suasananya senyap. Seorang bapak di teras rumah yang memandu dan sedikit bercerita soal rumah yang tak dihuni lagi. Bahkan si bapak kelihatannya masih mengantuk. Dia yang mempersilahkan duduk di obyek bersejarah mesin jahit merah dan memotretku.
Bebeda dengan rumah pengasingan Bung Karno yang bergaya kolonial, gaya rumah ini adalah tradisional Bengkulu, namanya Rumah Bubungan Lima, merujuk pada bentuk atap. Rumah tidak ditetapkan sebagai benda cagar budaya, karena tidak ada peristiwa bersejarah yang terjadi di sini.
Rumah panggung berwarna cokelat ini kecil, ukurannya 10 x 20 meter. Di puncak anak tangga batu yang berjumlah ganjil itu ada teras. Masuk ke bagian dalam ke ruang tamu dengan mebel satu set meja dan kursi tamu. Barang-barang lain yang ada di rumah ini lukisan dan foto-foto Soekarno dan Fatmawati yang terpajang di dinding rumah. Sayangnya minim keterangan sehingga pengunjung tidak tahu cerita di baliknya. Hanya ada dua kamar tidur di sisi kiri dan kanan bangunan. Kamar-kamar itu berisikan ranjang berkelambu dan lemari pakaian.
Ada juga dua manekin yang didandani memakai busana milik almarhumah berupa kain batik dan kebaya panjang serta kerudung. Kata ibuku model selendang lebar berenda ini dulu ngetop dengan julukan selendang Fatmawati. Beliau ini trend setter juga ya.
Jarak rumah keluarga ibu Fatmawati hanya beberapa ratus meter dari rumah pengasingan Bung Karno. Kabarnya rumah ini milik kerabat ibu Fat yang dihibahkan kepada pemerintah kota. Orang tua bu Fat asal Curup kabupaten Rejang Lebong. Di Bengkulu mereka tinggal di rumah sewaan dan berpindah-pindah. Jadi ibu negara pertama itu tak pernah menempati rumah di Anggut ini.
Bendera Pusaka dan Ibu Fatmawati Soekarno akan selalu dikenang sebagai sejarah tak terpisahkan. Oh ya ibu Fatmawati Soekarno telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia tahun 2000. Nama beliau pun telah dipakai sebagai nama Bandar Udara di Bengkulu menggantikan nama lama yang diambil dari nama desa Padang Kemiling. Peresmian itu dilakukan oleh anak keduanya, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputi pada saat itu (2011).
Pas sekali baca postingan ini lg nonton film soekarno di tv. Kenapa suasananya senyap ya bun kebanyakan museum di sini
di sini memang senyap mbak, tapi di rumah Bung Karno hari itu rame banget, nanti belakangan aku cerita lagi deh
Mesin jahitnya unik sekali. Pertama saya lihat mesin jahit Singer warna merah. Ibu saya dulu punyanya warna hitam 🙂
sama uni,
selain warna hitam cuma pernah lihat warna putih deh
Aku juga cuma pernah lewat kak, gak pernah mampir ke sini…hehehe… Kalo di rumah pengasingannya pernah sekali foto2, tapi itupun cuma di depan, gak masuk ke dalam
udah nyampe Bengkulu juga ya…
dekat kan ya dari Palembang
Terima kasih Ibu Fatmawati. Perempuan hebat berjilbab keemasan bersama mesin jahit merah penerus perjuangan bangsa di bidangnya. Salam merah putih
aah..mbak..jadi tersipu deh..
kita semua penerus perjuangan dengan keahlian masing kan ya
saya membayangkan ketika menjahitnya penuh rasa cinta dengan Indonesia 🙂
masa itu suasana perjuangan, gelora semangatnya pasti menggebu2, ingin yang terbaik buat bangsa
Baru tahu kalau rumah Bu Fatmawati terletak di Bengkulu.
Itu mesin jahitnya masih manual tanpa listrik ya bun? Pasti perjuangan banget ya buat menjahit bendera pusaka. ????
ibu Fatmawati orang Bengkulu asli Rangga
mesih jahitnya itu diputar pakai tangan
kak Monda aku baru tau kalau ibu Fatmawati dapat gelar pahlawan, hehehe.. Rumahnya masih terawat gitu yach, senang lihatnya.
rumah ini relatif baru, kabarnya diperbaiki tahun 80an
Dari zaman dulu ternyata Singer udah tren yaa
iya brand yang udah lama banget
aku waktu lihta kamar tidurnya meirnding kak ama photo fatmawati muda
Suka ttg sejarah Indonesia ini. Terharu. Tapi jadi berubah sedih kalau lihat bangsa kita sekarang banyak perpecahan padahal dulu utk merdeka aja, banyak yang gugur. Jadi mellow sendiri.
jangan mellow mami, optimis kita bisa sangat baik
Menjahit benderapun sudah menjadi salah satu bentuk perjuangan ya, Kak 🙂
iya Lia, ini dierhitungkan juga rupanya
Mesin jahitnya lucuk, Kak. Kek punya Nenek ku, cumak beda warna. Hahah. Eh tapi entah kenapa museum museum gitu sikit kali ya pengunjungnya ._.
iya Win.., mungkin juga karena ini bukan rumah asli
yang rame banget di rumah Bung Karno
Singer, mesin jahit legenda. Di rumah masih ada, punya ortu. Tapi aku merasa wisata ke museum nggak begitu ramai ya.
wisata museum memang sedikit peminatnya he.. he..
kecuali mungkin museum yang dikemas kekinian yg asyik buat foto2
[…] Bung Karno ini letaknya tak jauh dari rumah ibu Fatmawati. Bahkan bisa dibilang rumah Bung Karno itu di belakang rumah ibu, kalau memintas jalan. Jika […]