Museum Taman Prasasti ini seringkali kulewati, dan sudah pernah tampil di blog ini dengan judul, Uji Nyali di Museum Taman Prasasti. Saat itu lokasinya masih ditata. Waktu itu keadaan masih berantakan, ada galian tanah merah di sana sini. Kini setelah selesai penataan dan perapihan, bekas tanah merah sudah ditutupi rumput hijau. Para tukang yang bekerja di situ pun tak terlihat lagi. Kembali ke lokasi ini tanggal 17 Agustus 2014 lalu ya, postingnya ini yang telat banget.
Lokasi Museum Taman Prasasti
Lokasi Museum Taman Prasasti ada di jalan Tanah Abang 1 Jakarta Pusat.
Wilayah ini dulu disebut dengan nama Kerkhof Laan. Sampai kini sebagian masyarakat setempat masih menyebut daerah ini Kebon Jahe Kober (kober=kuburan). Sementara sebagian lagi menyebutnya KONI, karena ada fasilitas gedung dan kolam renang KONI di sebelahnya. Memang, wilayah pemakaman yang semula seluas 5,5 hektar sudah berubah menjadi gedung-gedung . Lahan pemakaman yang tersisa saat ini hanya seluas 1,2 hektar.
Museum Taman Prasasti ini sejatinya adalah bekas sebuah taman pemakaman tua di masa kolonial. Taman Pemakaman kini telah dijadikan benda cagar budaya. Alasan penetapan taman pemakaman sebagai cagar budaya ini karena banyak nisan berbentuk unik. Tak hanya unik dan indah setiap nisan mempunyai cerita tersendiri yang dituliskan dengan huruf indah atau kaligrafi. Nisan-nisan itu juga berfungsi sebagai prasasti karena merupakan sumber-sumber sejarah tertulis dari masa lampau. Koleksi prasasti dan monumen di museum ini diletakkan di ruang terbuka.

Selain Kereta Kencana di areal Museum Taman Prasasti bisa dilihat replika sebuah kereta jenazah.

Sejarah Museum Taman Prasasti
Cerita di belakang terbentuknya wilayah pemakaman ini panjang sekali. Bermula dari dibukanya lahan pemakaman di luar kota Batavia pada tahun 1795. Tujuan pembukaan lahan baru ini ialah untuk memindahkan makam-makam dari dua gereja besar. Yang pertama adalah dari Nieuw Hollandsche Kerk (sekarang Museum Wayang) dan kedua dari gereja Portugis (sekarang gereja Sion) di bilangan Mangga Dua Selatan, Jakarta Barat.
Kemudian pada 1844 dibuat bangunan bergaya Doria dengan pilar-pilar yang kini menjadi pintu masuk areal musium. Prasasti makam yang berbentuk persegi panjang ditempelkan di dinding bangunan dan di tembok pagar. Jaman itu bentuk dan ukuran nisan bisa jadi perlambang status kekayaan seseorang. Makanya banyak sekali ditemukan makam yang besar, megah dan indah. Jadi bisa dibuat ajang lomba pamer kekayaan dan keberhasilan hidup.
Selanjutnya ketika areal pemakaman sudah penuh, mulailah dibuat penataan. Sebagian makam dipindahkan oleh keluarganya masing-masing. Prasasti kubur yang masih baik ditata ulang dan dibuatkan zonasi. Akhirnya pada 1977 taman dibuka untuk umum dan kini statusnya adalah benda cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang.
Bentuk Nisan di Museum Taman Prasasti Jakarta
Mari kita telusuri museum di ruang terbuka ini. Nisan-nisan yang ada di taman ini selain diletakkan di tanah juga tempatkan di tembok pagar areal museum.
Jenazah yang dimakamkan di sini dari berbagai bangsa. Sehingga di nisan pun bisa terbaca inskripsi berbahasa Belanda, Inggris, Perancis, Jepang, Cina dan Indonesia. Di nisan terkadang ada tertulis jenis pekerjaan semasa hidup dari almarhum, ada pastur, dokter, tentara, pemusik, arsitek, pedagang, dll.
Bahkan ketika membaca inskripsi yang tertulis pada nisan, angan bisa berkelana semaunya sendiri menciptakan kemungkinan kisah hidup di baliknya, seperti salah satu contoh nisan yang diikutkan pada Turnamen Foto Perjalanan dengan tema Barang Tua. Nah, kalau kisah nyata para almarhum, seperti kedua pastur berikut bisa ditanyakan pada sang pengelana kubur Olive Bendon. Aku pernah minta ikut Olive kalau dia mau ke sini, enak kan bisa tau banyak cerita kalau ke sini didampingi ahlinya, padahal alasan utama sih karena penakut. Niat itu, belum terlaksana, akhirnya aku datang sendiri setelah selesai upacara Hari Kemedekaan di gedung sebelah (kantor Walikota Jakarta Pusat).
Bukankah karya para seniman ini sesuatu yang pengerjaannya tak sebentar, cukup rumit dan butuh inspirasi khusus? Sesuai dengan tema dari Dailypost minggu ini, Intricate ?
Bidadari di Museum Taman Prasasti
Di areal ini banyak ditemukan aneka patung bersayap, personifikasi malaikat dengan berbagai adegan.
Makam Terkenal di Museum Taman Prasasti
Di Museum Taman Prasasti ini ada beberapa makam yang menarik perhatian karena makam orang terkenal. Di antaranya adalah seperti makam Soe Hok Gie, makam istri Thomas Stamford Raffles mantan gubernur jendral dari Inggris. Ada juga makam unik karena ukuran nisan yang sangat besar dan berwarna hijau. Atau mau lihat makam yang ramai dikunjungi orang,yang tampak dari banyaknya karangan bunga di sana.



Contoh makam in situ, makam masih asli yang sedari dulu masih di tempat asalnya.
Angkutan umum ke Museum Taman Prasasti
Cara menuju Museum Taman Prasasti dengan angkutan umum bisa memakai :
- Kereta api Commuter Line, turun di stasiun Tanah Abang atau stasiun Kota lanjutkan dengan mikrolet M 08 Tanah Abang – Kota turun di depan kantor walikota Jakarta Pusat.
- Dengan bis Trans Jakarta, gunakan bis Trans Jakarta koridor Blok M – Kota, turun di halte Monas, dilanjutkan berjalan kaki melalui samping Museum Nasional sampai ke lokasi, atau dilanjut naik mikrolet M 08 ke arah Kota dan turun di simpang menuju kantor walikota, lalu jalan lagi sedikit. Lokasinya persis di sebelah kantor walikota.
- Kalau tak mau repot jalan kaki ada alternatif lain, dari bis Trans Jakarta koridor Blok M – Kota jangan turun di halte Monas, tetapi 2 halte sesudahnya, yaitu di halte Sawah Besar dan keluarnya ke arah Gajah Mada Plaza. Di samping plaza ini ambil mikrolet M 08 ke Tanah Abang. Rute memang memutar tapi nanti turun persis di depan Museum dan kantor walikota Jakarta Pusat.
- Bisa juga naik Trans Jakarta koridor Lebak Bulus – Harmoni turun di Halte Petojo dan jalan kaki ke jalan Tanah Abang 1.
Bersejarah dan terkesan agak ngeri gimana gitu kalau aku liat beberapa makam ._. engg… nggak ada keinginan buat mengunjunginya kembali di malam hari mbak :p wkwk
siang aja aku ngeri ke sini feb…, apalagi malam he..he..
nggak ding… taman ini udah nggak seram kok
Dari mulai baca dulu sampe sekarang saya masih di tahap pengen aja Mbak Monda. Belom kesampaian ke sana. Bagus ya penataannya Mbak. Asri.
ntar aja kapan2 ke sini..
Dani pasti bisa buat foto2 cakep di sini
pernah lihat di tv saya mbk,ngeri2 sedap ya hehehe. wah iya ya,paling cocok kesna sama mbk oliv hehe
bener …Olive paling tau deh detail di sini….kagum deh dengan pengetahuan dan konsistensinya menjelajah kubur
malam-malam ke sini seru lho mbak Monda, aku pernah tuh malam2 ngider mencari ilham Senandung Sunyi pake obor sama teman 😉 *ngikik di pojokan*
ah..Olive pemberani amat siih..
tapi kalau di sini malam2 masih sepi ? nggak kedengaran sibuknya kampung Petojo Enclek di belakang itu? rame kan?
Wahh … saya baru tahu Musium Taman Prasasti dari postingan mbak Monda, padahal sudah lama di Jakarta … tapi maklumlah Jakarta memang luas … saya yg tinggal di Jakarta Timur dan bekerja di Jakarta Selatan … ya gitu deh rutinitas JakTim ke JakSel setiap hari … 😛
jadinya jarang main ke arah pusat ya..?
emang sih daerah bersejarah itu di sekitar pusat, barat dan utara ya
MashaAllah terimakasih, artikelnya bagus dan sangat bermanfaat…
mungkin bisa di lihat juga cara menulis kaligrafi dengan menggunakan pensil
Syukron, wasslam..
Aku blm pernah kesini bun… ini tempat yg punya banyak cerita.. 🙂
It’s still on my list though…
thia..sebaiknya ke sini ngumpulin informasi dulu, jadi bisa nyari2 seksama, kalau nggak sih keliatannya nisan2 ini serba sama cuma beda tampilan aja
Iya yah, klo baca deskripsi sang penghuni makam, jadi kebayang2 ya kak gimana kisah hidup mereka..
he .. he.., kita bisa jadi pengarang cerita
sebenarnya aku termasuk orang yang suka ke museum dari jaman SMP tapi kalo sendirian ngeri hahahaha
ke sini udah nggak mengerikan kok Jul
Jadi replika kereta jenazahnya belum pernah digunakan untuk membawa jenazah ya bun?
kurasa belum pernah deh.., nggak tau juga sejak kapan kereta ini diletakkan di sini
Mbak aku dari dulu pengin ke sini tapi belum kesampean…ngeri gak mbak ke situ..
nggak kok.., biasa aja seperti datang ke taman bunga, pasti mbak Lies bisa buat foto2 cantik di sini
[…] Kembali ke Museum Taman Prasasti […]
Beberapa hari lalu, saya juga baru baca tentang museum ini. Sentuhan seninya berasa banget, ya. Tapi, kayaknya saya juga merinding kalau kesini hihihi
ah Chie kan pemberani, nggak bakal merinding deh
Wajib dikunjungi ini ya kayaknya…
bisaaa.., belum pernah shooting di sini ?
Khas Mbak Monda…..museum dan cagar budaya. Apresiasi dengan pengelolanya ya Mbak. Salam
iya mbak.., he..he..
Saya baru tahu kalo makam Soe Hok Gie ada disini.
Sesekali boleh juga nih main kesini, biar ketemu suasana lain dan ingat alam sana.
iya, kalau wisata kuburan kan anggap sebagai ziarah aja, dan pengingat suatu saat kita di situ juga
Padahal dekat sekali dengan kantor dan tempat tinggal, tapi saya seumur-umur baru dua kali ke sini, pertama untuk survei tempat foto buku tahunan dan kedua untuk foto buku tahunannya (yang ada banyak cerita tentang lonceng samping pintu masuk dan petir yang tiba-tiba menyambar) :haha.
Eh, seingat saya dulu yang monumen hijau itu warnanya cokelat. Dicat ulangkah? Hm…
Wah, kalau jalan dengan Mbak Olive, saya juga mau Mbak :hihi. Ajak-ajak dong, Mbak :hihi.
berarti udah dicat ulang dong nisannya..
eh cerita serem sekitar sini sih ada juga, he..he..
Bagi dong cerita seramnya Mbak :hehe.
Waaah… Pemakaman bisa jadi museum ruang terbuka yg cantik begini yaa… Trmksh mba Monda, foto2nya kereen…
terima kasih ya auntie
Kalau ke situ sendirian sepertinya banyak merindingnya ya, Bund.
Aaah…jadi pingin ke situ. Sama tukang kubur mbak olive emang cocok banget biar dpt pengetahuan lebih, ya.
iya Olive tuh tau banyak tentang daerah ini, dia udah bolak balik aja ke sini
merinding emang sih kalo kesana sendirian. hehe..
mba berani ga kalo sendirian? hoho
oh ini sendirian kok datangnya, siang hari pula jadi nggak ada seramnya
menarik sekali ceritanya
terima kasih
terima kasih juga kunjungannya