Terhenyak baca berita di Kompas.com banyak sampah yang tertinggal atau sengaja ditinggalkan para pengunjungTaman Geologi Gunung Rinjani, Lombok. Aku yang belum pernah naik gunung sekalipun mengira pengunjung dan pendaki gunung-gunung tinggi yang sangat sulit dicapai oleh orang biasa itu adalah para pecinta alam yang memang sangat cinta lingkungan. Pikiran polosku itu membuatku tertipu. Gunung Rinjani kok jadi hanya sekedar obyek wisata biasa-biasa saja yang harus bergantung pada jasa cleaning service. Karena tak ada lagi yang mengelola sampah, wilayah Gunung Rinjani katanya sudah seperti tempat akhir pembuangan sampah. Padahal ada lho saran atau semboyan kalau mau menjelajah alam “jangan tinggalkan apa pun kecuali jejak, jangan amnil apa pun kecuali foto”.
Jadi teringat kunjunganku ke beberapa tempat wisata. Seperti misalnya ke Ngarai Sianok, Sumatera Barat. Sampah makanan kecil dan sisa kemasan botol susu diambil oleh para kera yang datang dari ngarai. Asyikbsekali dia minum susu, bahkan sampai menjilati tetesan susu yang tumpah. Di Situ Cangkuang demikian juga, ayam kampung makan jagung bakar yang dibuang sembarangan oleh wisatawan. Tak seharusnya kan hewan makan makanan manusia, apalagi hewan liar, kalau mereka jadi ketagihan kan bisa menyerang manusia, makanan manusia kan tak sesuai dengan pencernaannya, lalu jadi sakit dan mati, punahlah mereka.
Tak hanya meninggalkan sampah, bahkan tanaman pun dikasih kenang-kenangan berupa grafiti. Lihat saja kaktus yang ditanam di halaman Hotel Seruni Cisarua. Tamu hotel mewah itu kan relatif berpendidikan tapi vandalisme mah tetap saja.
Jadi bagaimana sih harusnya sikap kita di lokasi wisata, ya tetaplah buang sampah di tempatnya, atau kantongi sampahmu sampai bertemu tempah sampah atau bisa juga kubur sampah organikmu.
Jadi inget, dulu mbak.. Waktu saya masih abegeh, masih remaja, juga suka ninggalin jejak.. “anna was here”. Nulis di meja, kursi.. Tp kalo tempat umum nggak loh mbak.. Apalgi di tempat wisata seperti gunung.
bangku2 kelas ditulisin pake tippex ya An..hi..hi..
Sedihnya ya mba Mondaa. Kok bisa sih kok bisa sih..
ter..la..lu…, ya Dan..
Kasihan deh kaktus2nya. Susah kalau ga ada kesadaran dari diri sendiri. Kenang2an sih bisa dengan foto aja ya 🙂 .
iya Nel.., kaktusnya kan gede, banyak banget tulisannya
sedih ya mba kalo liat tempat wisata jadi rusak gitu :((
orang kita ini emang malas apa jorok ya Be..
gemes lihatnya,
Kebetulan sekali, mbak Monda. Saya 2 hari lalu berkomentar tentang perlunya edukasi warga (Indonesia) tentang pariwisata. Di lokasi wisata, suah jamak terlihat sampah dan gratifikasi.
Saya pernah ke air terjun Colo di Kudus. Ada sekelompok pedagang yang (memang) membersihkan sampah tetapi hanya di sore hari menjelang tutup. Jadi sebelum sore banyak sampah dagangan mereka juga. Dan …. yg kusesalkan adalah cara menjual mereka yang lansung membagi makanan ke anak dan meminta bayaran ke orang tuanya.
iya para pedagang juga harus sama2 dikasih penyuluhan kebersihan ya.., kl kotor dan maksa2 mah orang jadi malas datang lagi, mereka juga yg rugi
Sedih Tanteee… Kenapa ya. Tapi ga cuma di tempat wisata sih, orang sini mah buang sampah di mana-mana sembarangan 😛 Aku oraaa lho Tanteee…
yakin deh..Una mah anaknya baiik.., ngak suka buang sampah sembarangan
Wakakakakak…
ya ampun itu kaktusnya di ukir-uir begitu ya bun
iya ih.. ikut2an atau nggak biasa nulis dikertas ya..
kurang peduli terhadap lingkungan adalah cermin masyarakat kita
aduuuh…, udah ada cap miring gitu…, sebagian aja kalik…
andai kaktus bs ngomong
bisa nangis getah deh .., bukan nangis darah
Yang ngukir-ngukir taneman dan nyoret-nyoret itu …
pasti merasa nggak eksis di lingkungannya …
kesian de lo …
Salam saya Kak
nah iya oom, mungkin juga ya..pengen terus eksis
Semakin banyak yang mengunjungi akan semakin berpotensi menghasilkan sampah di sana-sini. Makanya itulah salah satu alasan saya kenapa jarang nulis tempat-tempat yang eksotik yang pernah saya kunjungi. Takut deh semakin terekspos akan membuat orang berbondong-bondong datang.
Harus ada kesadaran dari para pengunjung soal kelestarian tempat yang dikunjungi. Pengelola juga harus punya sebuah aturan main yang benar-benar dilaksanakan pada setiap pelanggar. Misal denda atau perlu dihukum jemur atau rendam deh haha
asyik juga kalau dihukum berendam dalam Segara Anakan uncle, ha..ha…ha…
bungsuku juga pernah melarang nggak bileh nulis tentang Puncak Lawang di Danau Maninjau, kalau orang rame datang ntar jadi nggak cantik lagi..
Sepertinya pengelola wisata juga berbaik hati dengan menyediakan tempat sampah yang lebih dari cukup, toilet yang bersih, juga petugas kebersihan yang selalu siap siaga. Ya…. pengunjung juga harus sadar kalo kebersihan itu bagian dari iman ya…. Nyampah itu dosa!!!!!
musti dibuat peringatan itu gede2 ya
Postingan ini menjadi bagian edukasi dari penghapusan jejak-jejak memprihatinkan ya mbak.
mudah2an mbak…,kita juga yang rugi kalau daerah kita jorok kan
Pelaku perusak lingkungan wisata tersebut emang kudu di jewer…tapi bagaimana caranya ya Mbak…
iya jewer aja
aku juga gemes deh banyak produk dengan kemasan kecil2, itu bikin sampah makin banyak aja
Kesal ya Kak melihat tingkah polah orang-orang yang tidak bertanggungjawab terhadap tempat-tempat wisata tersebut. Kedatangan kita untuk menikmati keindahan wisata di situ menjadi terganggu gara-gara coret-coretan tersebut.. Yang lebih parah lagi, coretan di toiletnya… Ampun deh..
kesannya juga jadi kumuh da..
Sedih ya kalau ngeliat kayak gini, tempat wisata penuh sampah. Padahal kalau udah kayak gitu, kan pengunjung sendiri yang ngga nyaman.
Soal coret2, kemarin waktu jalan2 ke Tamansari Yogya, di dinding2nya banyak sekali coretan. DUh ..
Taman Sari jadi berkurang cantiknya ya bu, sediih
wisatawan yang kurang kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar serta harta indonesia itu mbak,,,
Benar sekali bunda Monda, kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, masih kurang. Wah bila tempat2 wisata tidak memiliki tim kebersihan, bisa jadi tempat wisata tersebut beralih peran jadi tempat penampungan sampah baru, mirisss…
kalau kaktus biasanya sering dikasih grafiti, dimanapun kaktus berada pasti dicorat coret kayak tembok
iya ih orang kita itu banyak yg ngasal banget,
pdhal kalau ke negri orang mereka bisa tertib
ngarai sianok… alhamdulillaaah aku sudah pernah kesanaaa… bangga deh udah pernah kesana. hahahahhaa….
iya mbak ya, disana tuh agak agak kotor gitu
bekas pengunjung ngasih makanan ke monyet
Beberapa minggu yang lalu saya naik Gunung Prau, kemudian ada teman (bukan blogger) berkata pada saya “jika perjalanan ini kamu share di Blog, bisa jadi kamu memberi jalan kepada wisatawan untuk merusak alam”.
Ya karena itu tadi, mereka berwisata tapi gak nyangu kresek, Bund. Harusnya kan bawa kresek pas naik gunung, buat naroh sampah. Minimal sampah sendiri. Gemeese pool, kalau ada wisata alam, tapi berserakan sampah.
Semoga kita selalu ingat, kebersihan sebagian dari iman.
Sampah selalu menjadi cerita yang ngak pernah habisnya…memang susah juga mbak yach..menjaga kelestarian lingkungan ngak cukup oleh peran pihak berwenang saja, kita yang pelaku thd lingkungan juga seharusnya mempunyai kesadaran sendiri…
Dan itu butuh perjuangan panjang untuk memupuk kesadaran masing-masing mbak yach…semoga semakin tua mereka makin ngerti mbak 🙂
Heh? Gunung jadi mirip TPA? Wah, sayang banget ya, Mbak. Orang-orang itu sudah capek2 naik gunung, malah gak menghargai gunung 🙁
emang ya Kak, memprihatinkan sekali seperti ini.
sampah di tempat wisata sepertinya sudah menjadi masalah umum krn kurangnya kesadaran sebagian besar pengunjung
sedih banget kalau tempat wisata malah jadinya kotor gak keurus, terus pengunjungnya ninggalin bekas pulak, keterlaluan.
Kalau udah kebiasaan susah bun untuk membuangnya, dimanapun dia berada. Bahkan di gunung sekalipun.
Jadi teringat membaca sebuah artikel bahwa anak SD itu sebenarnya cuma perlu diajarkan kepedulian seperti membuang samapah ditempatnya dan budaya mengantri.
tapi goresan-goresan pada daun itu merupakan jejak-jejak vandal looo, hehe
Membiasakan masyarakat membuang sampah pdaa tempatnya memang susah sekali. Miris kalau lihat tempat-tempat wisata tapi kotornya kayak TPA.
Pencinta alam teryata tidak cinta alam ya Mbak..
mungkin disinilah responsibility of travel writer ya kak, menulis tidak hanya keindahan tempat tersebut tetapi juga berbagai hal yang kiranya harus diubah.
Coret-coret gitu bukan hanya ditempat wisata lho mbak. Di tempat-tempat yang kental religiusnya seperti jabal rahma di mekah juga banyak tuh coret-coret gitu
kadang suka bingung sm orng yg ngaku pecinta alam tp buang sampah sembarangan…. 🙂
btw,,, nice post mbak monda.. salam kenal^_^V
salam kenal juga Rhey.., terima kasih kedatangannya