Fort de Kock itu adalah sebuah benteng peninggalan Belanda yang ada di kota Bukittinggi di sebuah bukit bernama Bukit Jirek. Letaknya tak jauh dari Jam Gadang. Fort de Kock juga akhirnya menjadi nama lama kota Bukittinggi yang diambil dari nama salah satu perwira Belanda.
Nama Fort de Kock kudengar sejak masa kanak-kanak lewat sebuah nyanyian pendek yang diajarkan almarhum papaku.
Sai horasma horasma sineger
agenni Si Bualbuali
tu Siantar tu Sipirok Padang Panjang Fort de Kock
Sai horasma sai horasma sineger
Lagu berbahasa daerah yang kira-kira artinya semoga selamat si neger agennya Sibual-buali (nama bis), ke Siantar, ke Sipirok (kampungku), ke Padang Panjang, ke Fort de Kock. Ingin tahu lagunya? Kurang lebih seperti irama refrain lagu cucakrowo (coba nyanyikan syair di atas mulai dari manuk e manuk e cucakrowo dst…)
Jadi sebetulnya hubungan Sipirok – Fort de Kock itu sudah sedari dulu, tak heran rasanya dipanggil-panggil terus untuk datang ke kota ini he..he…
Sebelum sampai ke lokasi, aku sudah diingatkan biar tak kecewa oleh eMak LJ : ” kakak jangan bayangkan benteng ini seperti museum yang besar dan lengkap ya ” . Kata si eMak benteng ini sangat dekat dengan hotel tempat kami menginap, Grand Rocky, maka hari pertama pagi-pagi sekali sebelum mobil sewaan datang kulangkahkan kaki ke arah yang ditunjukkan petugas hotel, tapi salah jalan dan tak bertemu. Ya,sudahlah bersabar menunggu jadwal dari eMak saja.
Dan, pada kenyataannya benteng yang dibangun pada masa Perang Diponegoro, 1825 ini tak sebesar dan semegah benteng Marlborough di Bengkulu atau benteng Vredeburg, Yogyakarta. Bangunan yang ada hanya sedikit,berupa bangunan segi empat berlantai dua, bagian bawah berkolong dan ada tangga menuju ke puncaknya. Entah ada apa di atas, karena kami tak naik ke sana.

Minggu pagi itu kawasan benteng dibuka untuk jalur jogging dengan membayar tiket yang sangat murah, Rp 500. Tiket terusan seharga Rp 8000 bisa memasuki kawasan benteng,dan melaui jembatan Limpapeh bisa ke bukit di seberangnya untuk mengunjungi kebun binatang dan Taman Puti Bungsu.
Fort de Kock : nama dan bangunannya baru saya dengar dan lihat by foto ini …. Luar biasa 🙂
Tri BuMon 🙂
lebih asyik lagi kalau lihat langsung deh kang
:D
Benteng yang dibangun di awal abad 19 tapi masih lestari hingga sekarang. Semoga tetap lestari sampai anak cucu kita kelak juga bisa menikmatinya.
Weh, Tante Monda lebih berjiwa sejarah ketimbang para sejarawan itu sendiri 🙂
Sukaaa…!
mana bisaa.. berjiwa sejarahnya cuma seujung kuku kok …
:D
wah gara-gara Tante Monda nih saya baca artikelnya sambil nyanyi Cucak Rowo hehe
nggak apa2, kan uncle punya suara merdu
makanya sebelumnya dibilangin duluuu.. bahwa benteng ini ya hanya begitu.. tapi luar biasa loh, itu benteng tempat bertahannya belanda dari gempuran rakyat minang kabau.
setelah masa tersebut mulailah tumbuh sebuah kota di sekeliling benteng tersebut, yang dikenal dengan kota fort de kock
di Batusangkar ada fort van der capellen.. bangunannnya spt ini,
mudah2an kelak kakak datang lagi, ini benteng sudah dikembalikan detilnya seperti bangunan awal.. #anggap aja pemanggil tambahan.
trims mak..
iya aku juga udah sempat nengok2 link itu..
makanya jadi mikir, yang tersisa ini dulunya bagian yang mana ya
waah, main k bukittinggi ya mbak? memang sih, tidak terlalu megah, tapi tetap punya nilai sejarah bagi masyarakat minang lho mbak 🙂
iya…masih tetap kokoh..
bayanganku benteng itu besaar gitu lho
Senang banget, merasa terhibur dan tersanjung bahwa kotaku berkali-kali muncul di blognya Mbak Mon. Semoga cerita seperti tambah menyebar sehingga turis2 lain juga berdatangan ke Bukittinggi. Dan tentu saja ekonomi pariwisata akan menggeliat. Makasih ya mbak Mon 🙂
he..he…Sumatera Barat itu seperti harta karun sih ni … banyak banget yang mau dibahas..
saya baru dengar nih fort de kock… harus di catat dulu biar bisa kesana suatu hari…
monggo dicatet
Saya juga baca liriknya sambil nyanyi mba Monda. Hehehe. Ternyata pas juga.
Bentengnya sendiri ga terlalu besar ya. Tapi jembatannya besar dan bagus. Sekompleks ya Mba. Nambah satu lagi pengetahuan wisata dan sejarah saya..:)
ya satu kompleks … jadi praktis,karena kalau mau ke bukit di sebrangnya jadi lebih gampang , nggak muter2 jalan
Lha.., ternyata ini tah wujudnya..
Lama sekali tak mendengar kata Fort de kock..,dan ini mengingatkan masa duduk di bangku SMP
Sebagai saksi sejarah, ‘semoga keadaanya akan tetap kokoh’.
iya optimis akan bertahan lama, karena umumnya bangunan jaman kolonial itu kokoh banget …
Lagu sai horasma sineger sineger itu begitu dekat dengan kami para taruna Akabri. Seringkali kami nyanyikan kalau latihan dan acara2 santai lainnya
Ehhh…tiba-tiba ada lagu campursari Cucak Rowo
Saya belum pernah berkunjung ke Benteng ini. Benteng Kuto Besak di Palembang sih sudah
Salam hangat dari Jombang
pak de tau juga lagu itu ya……
kata papa sih lagu itu dari lagu barat, tapi saya lupa judul lagunya
Jika background telur asin ini dirasa tak sesuai dengan theme nya bisa diganti lho jeng.
Masuk ke dashboard—–>klik apperance–>weaver admin—>Main option—> cari kolom outside BG—-> ganti kode warnanya- save
Warna otside BG yang sekarang adalah : #B9C4F7, silahkan kalau mau diganti
Sering2lah bermain di situ agar bisa ngotak-atik hehe he he
The floor is yours
Salam hangat dari Surabaya
kemarin sempat nyoba2 mau ganti header dan background, masih belum ketemu yang pas banget
jembatan limpapehna goyanggak bun kalau dilewati?
Fort De Kock.. dulu memnag ada di pelajaran sejarah ya Mbak.. Seneng membaca artikelnya.Walaupun belum ke sana, setidaknya jadi bisa melihatnya di foto.
he he.. aku nyanyi. Geli juga nyanyi lagu itu dengan irama Cucak rowo.. tapi emang bener ya, irama aslinya kaya gitu? he he..
iya mbak..he..he..
kalau kata papaku lagu sineger itu dari lagu barat