Belakangan ini di beberapa platform media sosial banyak yang buat status tentang film, terutama soal film nasional. Mulai dari film bertema misteri dan yang terbaru film anak-anak. Macam-macam sih isi statusnya, Ada teman yang cerita tentang potongan adegan yang bikin merinding, ada yang ikut sibuk menilai karakter dalam film-film itu. Jadi ingin ikut urun cerita mengenai film juga nih.
Di blog ini sudah dua kali menceritakan ulang film yang pernah ditonton. Jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan kategori tulisan lainnya. Jarang menulis review juga karena jarang juga sih nonton film ke bioskop he.. he.. Belum tentu dalam sebulan sekali nonton film, terserah anak atau pak suami mengajak saja. Lebih sering nonton dari TV kabel. Kedua film itu ulasannya hanya sesuai gayaku såja, cuma sekedar bercerita, nggak mengulas film dari sisi yang canggih. Aku belum bisa menulis review standard kritikus film tentunya.
Berani menulis review film
Tabula Rasa, Rasa Pulang Kampung umpamanya karena merasa sangat dekat dengan adegan dan cara memasak ala Minangkabau. Suasana yang digambarkan di film bertema kuliner ini terutama adegan di dapur dan dialek yang dipakai terasa seperti pernah jadi bagian dari keseharianku. Makanya jadi bisa kutangkap dengan jelas detail property seperti tungku, wajan, batu penggilingan, alat pemeras santan dan lain-lain, bahkan mampu mengenali lokasi pengambilan gambarnya. Saat menonton film ini bisa mengamati ditel tetapi bisa sekaligus menyimak dialog. Meski demikian tetap saja tak mampu mengingat kalimat indah he.. he.. Nah kalau film bertema kebudayaan daerah seperti ini memang aku yang ajak suami supaya nonton berdua.
Selain itu pernah menceritakan tentang film Koala Kumal, yang lagi-lagi hanya sekedar bercerita. Nah nonton film ini barengan gadisku, menghabiskan weekend berdua. Di blog lama juga cuma ada dua review film, Letters to Juliet, film ini membuat terpesona karena keindahan pemandangan alam daerash Tuscany di Italia, selain ceritanya yang ringan romantis.

Menurutku nonton film itu seharusnya untuk menyenangkan hati. Film yang membuat hati merasa sedih atau film misteri yang membuat ketakutan tak akan kutonton. Kalau pun harus nonton biasanya kuseling dengan baca buku (ini pada saat menemani pak suami nonton di TV) ha.. ha.. jadinya nggak sampai terpaku banget dan seramnya jadi berkurang sedikit. Sebetulnya kami berdua lebih sering nonton dan diskusi tentang film dokumenter dibandingkan film cerita.
Film-film cerita yang sering kutonton itu dari jenis komedi romantik ala roman picisan. Cerita-ceritanya gampang dicerna dan nggak pakai mikir ha.. ha.. Kalau diibaratkan buku ya tema chicklit. Sleepless in Seattle, You’ve Got Mail contohnya. Film seperti itu enak ditonton sebagai pengantar tidur, terasa santai.
Punya pengalaman nggak enak sewaktu masih sering nonton serial drama Korea. Para pembuat film drama itu kok pintar banget ya mengaduk-aduk emosi penonton. Mereka pun pintar memotong serialnya, jadinya penonton semakin penasaran dan lanjut menyaksikan serial berikutnya. Jadi begadang deh. Pengadeganan di film drama itu yang mampu membuatku menangis sampai mata bengkak. Akibatnya tidur tak sempurna dan terbangun dengan kepala berat sebelah dan membuat konsentrasi kerja berkurang. Jadi daripada ada kejadian tak diinginkan di kantor karena kurang tidur lebih baik berhenti donton drama Korea deh.
Modal apa yang diperlukan untuk menonton film dan setelahnya mampu menuliskan review? Tentu harus ada kecintaan akan jenis seni pertunjukan ini ya. Mungkin juga perlu baca ulasan atau sinopsis film terlebih dahulu. Atau menonton karena punya aktor favorit? Atau mungkin karena karya sutradara terkenal?
Kurasa pengulas film harus paham konteks film seperti apa, paham tentang sinematografi, latar belakang cerita dan mengerti akting. Kurasa bahkan seorang penulis review kawakan perlu nonton sebuah film berulang kali agar pemahamannya komplit. Menonton pertama kali biasanya hanya menikmati jalan cerita. Setelah nonton yang kedua kali baru bisa mengamati segala sesuatunya dengan lebih rinci.
Aku suka salut deh sama orang yang bisa buat review film. Menulis review semacam itu kurasa tidak mudah. Banyak hal yang harus diperhatikan. Misalnya akting dan ekspresi para pemainnya, alur cerita, sisi pengambilan gambar, dan lain-lain. Belum lagi memperhatikan dialognya. Ada sih beberapa orang yang kukenal yang mampu mengingat dialog yang berkesan dan bisa mengucapkannya lagi.
Jadi ingin belajar menulis review film dengan benar seperti temanku mbak Lendy yang sering menulis ulasan film Korea di blognya. Film terakhir yang diulas mbak Lendy berjudul Battleship Island di blog Kumpulan Emak Blogger. Film ini bukan jenis drama romantis seperti mindset kita tentang film Korea. Tema film tersebut tentang perang dunia II yang mengangkat cerita penjajahan Jepang atas Korea. Pastilah tak terelakkan ada unsur melodrama dan kesedihan di hati ketika menonton film perang ya.
Film bertema perang ini sebetulnya salah satu tema yang disukai penonton dan banyak peminatnya. Memang ada beberapa film tema perang yang sudah kutonton. Sesudah menonton semua film dengan tema perang selalu saja timbul perasaan sedih di hatiku, perasaan ingin mengutuk mengapa harus ada peperangan, mengapa tidak bisa menahan diri agar semua bisa hidup aman dan damai.
Nonton film perang nasional semisal November 1828, Tjoet Nyak Dhien pun juga bikin berurai air mata. Payah banget ya.
Memang untuk nonton film di luar aku mengandalkan pada ulasan teman-teman blogger. Setelah baca ulasan itu tak selalu nonton lho. Ada sebuah film perang yang kata orang bagus, tetapi ceritanya tentang kasih sayang ayah dan anak di jaman perang, Life is Beautiful. Setelah baca reviewnya malah aku nggak berani nonton, alasannya ya itu takut trenyuh, takut sedih berkepanjangan. Namun, apabila tetap penasaran setelah membaca review baru deh nonton filmnya.
Makanya sampai sekarang ini, aku lebih suka baca review film yang ditulis oleh beberapa teman blogger. Menurutku tulisan mereka tak terlalu teknis dan nggak membocorkan akhir cerita. Semoga saja semakin banyak baca review film bisa membutaku belajar menulis review film yang menarik minatku. Teman bisa mengusulkan judul film yang menarik untukku?
Like this:
Like Loading...
Menulis review film memang sulit!! 😀
memang he… he..
saya kalau bikin review film biasanya sesuai pemikiran saya akan filmnya sih. kalau yang berbau teknis saya nggak terlalu paham. heu
susah ya mbak kalau buat dari sisi teknis, lebih pas kalau nulis sesuai gaya kita sebagai orang awam aja
nggak enak kalau baca review seperti itu
mestinya mah jangan dibuka semua dan dikasih tau endingnya
Susahnya kalau review berbayar, yang tentunya berusaha menjaring penonton sebanyak-banyaknya. Aku sih korban ketidakadilan dalam keluarga wkwkwwkk karena kalah suara terus, suami & anak2 suka film adventure, aku sukanya romantic drama comedy. Karena kami selalu nonton bersama meski anak2 sudah remaja, jadilah aku pelengkap penderita hahaaaa
terakhir nonton film adventure yang serial, sebelum nonton suami kasih resume dulu kisah pertamanya
ktnya supaya aku nggak bengong nontonnya
Lah review film saya sungguh nggak bisa mbak, paling acakadut antara cerita-dialog-adegan hehe. Nonton film paling kalau barengan anak2, genre ikutan saja.
Selamat berakhir pekan
anak2 menentukan pilihan film ya mbak, sama aja he.. he..
Hi.. Hi… Memang nyebelin ya kalau baca review film yang kumplit smp ending, jd males, filmnya ketebak, gak surprise lagi ya
kalau ketemu review yg seperti itu biasanya aku nggak teruskan baca mbak
Aku juga suka baca review yg ditulis teman bloger kak, klo dapat bocoran jadi tau mana film yg bagus atau biasa saja 😉 .
jadi lebih gampang pilih film yang mau ditonton ya Nel
Wiii….mba Monda…
Memang film itu melenakan yaa…
Tapi karena suami (dan keluarga suami) suka banget nonton, jadi saya ketularan.
Wkkwk…((sebelum nikah udah sneng sama Drama Jepang, sebenarnya))
Jadi siap yang nularin siapa yaa…??
wah klop ya … sama2 suka nonton,
hahahaha, lucu banget bun alasan gak nonton drama korea.
kalau aku karena menguras hati itulah makanya giat nonton. Cari penyakit emang yak 😛
nggak berani begadang2 nonton lagi Niee.., takut ngak fit melayani orang he.. he..
kalau saya nonton film .. hmmm bisa setahun 1 atau 2x … hehehe .. kacian amat ya..
sama.. bisa dihitung dengan jari berapa kali nonton dalam setahun
aku barusan nonton film animasi COCO
bagus lho Bunda
wah bunda belum nonton film itu Dija
[…] film dokumenter, iya cuma langganan tv olahraga dan dokumenter saja sesuai minat kami (baca : Cerita Tentang Review Film). Mau nonton film ya biasanya online saja. Gara-gara ini jadi bisa nonton film ringan jenis […]