Benteng menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat perlindungan dari serangan musuh. Di Indonesia masih banyak bangunan benteng yang umurnya sudah ratusan tahun. Sebagian benteng itu dibuat oleh raja-raja Nusantara. Dan ada pula benteng peninggalan kolonial Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis.
Ada beberapa bangunan benteng peninggalan masa kolonial yang pernah kukunjungi. Sebetulnya nggak diniatkan buat koleksi kunjungan benteng he.. he.. Tetapi setelah diingat-ingat ternyata lumayan juga jumlahnya. Yah memang hanya seperberapa bagian saja dari keseluruhan jumlah benteng yang tersebar di pelosok negri. Kagum saja dengan kekuatan bangunan jaman itu yang kuat bertahan ratusan tahun, bahkan ada yang pernah selamat dari dampak bencana gempa dan banjir.
Kumulai dari benteng yang mutakhir didatangi ya.
1. Benteng Vastenburg Solo
“Bun, di sebelah ini ada benteng Vastenburg”.
Itu kata kang Yayat sewaktu makan malam di pusat kuliner Galabo di daerah Gladag ( di tulisan berjudul Food Photo Story #6 Wisata Kuliner Kota Solo).
Tapi karena agak gelap walau sudah celingukan kiri kanan aku tak bisa melihat apa pun. Pak juru parkir menimpali di situ cuma tembok doang, nggak ada yang bisa dilihat. Benteng katanya dibuka hanya kalau ada acara saja. Biarpun hanya tembok tapi tetap ingin lihat kok.
Esok sorenya kami datang ke sini. Saat itu matahari masih bersinar cukup terik. Di dinding benteng dan paving block masih tergambar jelas bayang-bayang dedaunan pohon beringin dan flamboyan.
Lagi-lagi karena penasaran yang membawaku datang ke sini. Dari berbagai berita beberapa tahun lalu katanya benteng ini tak terurus dan sempat ada desas desus mau diratakan dan dibuat pusat perbelanjaan atau hotel. Ramai deh perdebatan saat itu. Benteng ini pernah berpindah tangan ke pihak swasta. Entah apa sebabnya padahal di dinding ada tengara penetapan benteng Vastenburg sebagai cagar budaya oleh walikota Solo tahun 1997.
Tak paham bagaimana statusnya kini, yang pasti pada Juli 2017 kulihat temboknya cukup bersih, bagian depan sudah dipasangi paving block, halaman dalam pun cukup bersih.
Dari balik jeruji pintu depan yang terkunci terlihat di dinding sebelah kanan ada sebagian batu bata yang terekspos. Lapisan semennya sudah terkelupas. Di bagian dalam benteng tampak lapangan rumput yang kering, padahal kabarnya dulu ada bangunan-bangunan lain. Selurusan dengan pintu depan ini ada sebuah pintu jeruji lagi.
Benteng buatan Belanda (masa gubernur jendral Baron Van Imhoff) tahun 1745 ini dikelilingi parit buatan. Tujuan pembangunannya untuk mengawasi keraton. Di kiri kanan pintu masuk benteng ada patung sapi Nandi. Benteng ini berbentuk kotak, dengan bastion di tiap sudutnya.

Halaman depan benteng yang telah rapi ini ditanami pohon pelindung. 4 buah sumur tua pun telah diperbaiki pula. Tak kusempatkan melongok ke kedalaman sumur, lupa he.. he.. Perhatianku terpecah melihat sekumpulan anak muda yang sedang mengabadikan dua orang model yang mengenakan kostum dengan make up fantasi. Ngobrol dengan salah seorang di antaranya katanya satu minggu yang lalu kostum ini ikut berparade pada Solo Batik Carnival. Cuma dia nggak tahu ini kostum apa dan siapa perancangnya. Sayang banget ya aku datangnya bukan di waktu pas. karnaval, pasti seru banget.
2. Benteng Vredeburg Yogyakarta

Surakarta dan Yogyakarta dua buah kota yang berdekatan yang punya nama hampir mirip. Dua kota keraton ini punya sejarah yang saling berkaitan. Karena sebetulnya raja dari kedua keraton ini adalah kakak-beradik keturunan raja-raja Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Karena perseteruan keluarga dan perebutan kekuasaan akhirnya kerajaan Mataram dibagi dua keraton (Paku Buwono III di Solo dan Hamengku Buwono I di Jogja). VOC ikut ambil peran di sini dengan memfasilitasi perjanjian Giyanti.
Kemudian lagi ada perjanjian Salatiga di mana akhirnya sebagian wilayah Jogja dan Surakarta menjadi Mangkunegaran. Setelahnya lagi ada lagi Paku Alam. Mangkunegara dan Paku Alam hanya bergelar Pangeran Adipati dan bukan Sultan.
Melenceng sedikit dari cerita benteng ya, karena dulu agak ribet mengingat sejarah keturunan kerajaan Mataram yang selalu “ramai” hingga saat ini. Setelah mengunjungi keraton dan benteng jadi agak paham mengapa banyak sekali keluarga bergelar ningrat di wilayah ini.
Perjanjian Giyanti selain membagi keraton ternyata juga berpengaruh pada cara berbusana memakai kain batik. Keluarga yang berseteru nggak mau disamakan juga dalam hal busana adat. Informasi dari pemandu Museum Batik Danar Hadi Solo ini akan ditulis kemudian ya.
Usia Benteng Vredeburg lebih muda dibanding benteng Vastenburg di Solo. Mulai dibangun tahun 1765 dengan tujuan yang sama untuk mengawasi keraton pimpinan Sultan Hamengku Buwono I yang semakin berkembang. Bentuk benteng bujur sangkar dan berparit dengan bastion di setiap sudut.
Pemeliharaan kedua benteng ini kini berbeda jauh. Benteng Vredeburg Yogyakarta terawat sangat baik. Lokasinya dekat dengan keraton, Gedung Agung dan jalan Malioboro. Kini fungsinya sebagai Museum Perjuangan Nasional yang menyajikan diorama masa perjuangan kemerdekaan. Dari sini pun bisa langsung menuju ke Taman Pintar di belakangnya.
Baca juga : Benteng Vredeburg dan Taman Pintar Yogyakarta
3. Benteng Marlborough Bengkulu
Benteng yang berbentuk kura-kura ini adalah salah satu dari sisa 5 bangunan peninggalan Inggris di Bengkulu. Dibangun tahun 1713 – 1719. Oleh rakyat setempat lebih dikenal dengan nama plesetan Malabro.
Benteng Marlborough kini dijadikan museum. Bung Karno pun saat diasingkan sempat ditahan di salah satu ruang penjara di sini.
4. Benteng Fort de Kock Bukittinggi
Benteng Fort de Kock di Bukittinggi ini dibangun pada 1825. Yang tinggal hanya tersisa sebagian kecil. Bentuknya berupa bangunan segi empat berlantai dua. Di bagian bawah ada kolong dan tangga menuju ke puncaknya.
5. Benteng van der Capellen Batusangkar
Sayangnya ketika sampai di benteng van der Capellen Batusangkar, Sumatera Barat ini sedang hujan, turun dari mobil pun harus lari. Jadi nggak punya foto apik deh.
Benteng van der Capellen ini dibangun berkaitan dengan berlangsungnya Perang Paderi tahun 1826. Konflik antara kaum adat dan kaum agama mengundang campur tangan kolonial. Pada akhirnya dibangun benteng ini di bukit yang tertinggi di wilayah itu. Nama benteng memakai nama Gubernur Jenderal VOC saat itu.
Benteng kini dipakai sebagai kantor salah satu instansi. Ada sebuah ruangan yang masih disisakan untuk memajang foto-foto dan kisah sejarah Minangkabau, termasuk Perang Paderi. Jadi semacam museum kecil.
6. Benteng Batavia Jakarta

Benteng Batavia, sering juga disebut kastil Batavia, pada 2010 hanya tinggal reruntuhan tak terurus. Bagian yang tersisa hanya bastion atau kubu pertahanan sebelah timur. Namanya bastion Saphire. Nama tiga bastion lainnya yaitu Robijn, Parrel dan Diamant.
Nama bastion Diamant yang berarti intan yang masih tertinggal gaungnya hingga kini. Wilayah sekitar sisa bastion intan disebut Kota Intan. Jembatan tua cantik bernama Jembatan Kota Intan masih ada sampai sekarang.
Kastil Batavia dahulu dipakai sebagai benteng dan perkantoran. Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen berkantor di tempat ini. Kini sisa-sisa sedikit tembok benteng itu masih teronggok di daerah jalan Tongkol, Jakarta Barat, tak jauh dari wilayah Kota Tua ke arah kolong jalan tol. Sebagian lahannya menjadi area parkir truk besar. Di sekitarnya pun sudah menjadi kampung yang padat.
Ketika jabatan gubernur jendral di tangan Daendels benteng ini dihancurkan (1809). Batu bata yang kabarnya dibawa dari Belanda dilepas satu persatu untuk dipakai lagi untuk membangun tempat tinggal sang gubernur jendral di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Kini rumah megah itu dipakai sebagai salah satu kantor Departemen Keuangan.
Bangunan benteng peninggalan kolonial yang bisa kujadikan obyek kunjungan selanjutnya karena mudah dijangkau dari tempat tinggalku yaitu Benteng Mortello di kepulauan Seribu dan benteng Speelwijk di Banten. Eh ya ada satu benteng yang nyaris kudatangi, benteng pendem Ambarawa. Benteng ini sudah dilalui tapi batal dikunjungi karena anggota rombongan kelaparan he.. he… Benteng ini pun layak dijadikan target juga. Teman-teman bisa menambahi informasi mungkin tahu ada benteng di sekitar tempat tinggal anda?
Hai kak Monda, di kota tempat tinggalku ada 2 benteng Neuhaus dan Burg namanya. Kalau kuamati banyak benteng di Jerman digunakan sebagai tempat buat pesta pernikahan (skala kecil) 😀 atau kalau ada acara pameran lukisan atau ada restoran juga dalam bentengnya..
wah.. keren juga ya Nel.. benteng dijadikan latar esepsi pernikahan….
kapan2 ajak dong Benjamin main ke sana biar ada cerita bentengnya he.. he…
di sini yang kutahu pernah dpakai untuk acara pernikahan contohnya Gedung Arsip di jalan Gajah Mada
Seru juga ya, jalan2 ke benteng. Dari post ini, aku baru pernah yg Jogja, semoga yg lain menyusul. Aamiin.
aamiin… semoga bisa segera menyusul ke benteng Fort de Kock dan van der Capellen
Weh koleksi bentengnya banyak.
Lengkapi Bun ke Benteng Van den Bosch di Ngawi. Saya suka keliling banyak spot bagus.
Yang masih ingin dituju sih ada juga Benteng Pendem Salatiga apa Ambarawa ya? Penasaran gak kesampaian ke sana.
benteng Ngawi di tangan kang Yayat memang cantik betul..
mengen2i he.. he..
Bunda Benteng….predikat mbak Monda….
Sejarah pengamanan kota atau istana yg vital ya mbak. Sebutan lah hanya tembok sering terdengar karena belum tahu makna benteng. Terima kasih ya mbak selalu berbagi postingan menawan. Salam
predikat baru bunda benteng he… he…
baru bisa posting segini aja mbak belum ada apa2nya
Terima kasih tulisan yg informatif ini mb Monda..jd pengen lht aslinya juga..hehe..
lanjut mbak yg terdekat main ke benteng Vredeburg dan Vastenburg
Wah, ternyata di Solo pernah banjir pula!!
Dulu sewaktu masih sekolah, cukup sering ada acara di Benteng Vredeburg, hehehe 🙂
jadi Benteng Vredeburg sudah hidup sejak dulu ya….
aku baru tau benteng ini setelah ke sekian kali datang lho, dai baca2 blog orang2 he.. he..
Aku termasuk orang suka dg bangunan benteng mbak. Meski itu saksi bisu kekejaman kolonial, tapu setidaknya mengingatkan akan sejarah perjuangan bangsa. Toh, sejarah mengatakan beberapa benteng berhasil direbut dalam masa peperangan.
betul saksi perjuangan bangsa juga ya,
benteng dibangun pihak kolonial karena mereka kan takut juga dengan perlawanan bangsa kita
aku baru tahu lho kalo di Solo ada Benteng Vastenburg…
padahal kan sering banget maen ke Solo.
kemana aja, Yes? hehehe…
mungkin dulu2 bentengnya nggak ada papan namanya jadi nggak keliatan dari jalan Yessi…
sekarang pun masih terkunci
Belum pernah ngunjungin satu pun.
Pengen juga suatu saat wisata sejarah ke benteng-benteng tua.
coba jajalke benteng terdekat Rud, mana tau jadi tertarik menjelajah seluruh benteng di Jawa
Ya, kayaknya saya baru sekali berkunjung ke benteng. Seru kayaknya 🙂
main ke benteng sambil membayangkan suasana masa lalu .., biar nggak merasa cuma lihat tembok tua doang ya
Beberapa kali ke Yogyakarta abis itu ke Solo, saya belum nyempetin mampir melihat bentengnya 🙁 ah kalo bisa liburan teh seminggu ya 1 kota. Heuheuehu…
bener Ulu, seminggu nggak cukup menjelajah Yogya dan Solo, masih pengen balik lagi he.. he…
Belum le Vestenburd sama Malborogh nih, kapan2 semoga ada rejeki. Dulu aku kadang lari pagi sendiri ke Fort de Kock 😀
bener tuh Nia, di Fort de Kock itu kalau pagi banyak yang jogging
Aku baru tau Benteng Vastenburg Solo kak Monda. Kayaknya satu pun belum ada yang pernah aku kunjungi, paling yang aku ingat pernah ke benteng amsterdam Ambon. Ada beberapa lagi tapi lupa mesti bongkar file yang ada di blog dech hehehehe..
Lina ini memang udah banyak menjelajah Indonesia Timur ya, keren banget deh
Heran dulu sering juga lewat daerah itu di Solo tapi tak pernah perhatian jadi tak tahu seperti apa benteng Vastenburg dan bagaimana ceritanya. Jalan dari Gladak kearah Sangkrah hanya ingat dulu ada markas tentara yang besar.
Terima kasih dengan blog ini 🙂
bener mbak, kali pertama ke Solo aku juga tak lihat ada benteng padahal ya ngelewatin daerah sini, mungkin dulu tertutup semak ya
cuma taunya dari berita2 aja sih..
lama ga berkunjung ke blog bu monda, sekarang makin banyak tulisan tentang peninggalan sejarah ya. dan tentang benteng, blm ada satupun yang pernah kudatangi. kecuali benteng (apa benar benteng atau bukan) yang ada di pulau bidadari kep. seribu.
apa kabar bu mon?
kabar baik Kamal,
senang banget kawan lama kembali ngeblog dengan semangat baru
Baru benteng yang di Yogya aja yang saya datangi. Benteng yang lain saya datangi lewat postingan ini aja deh .. D
ha.. ha.. oke bu
Sayang bebrrapa benteng sudah mulai tak terawat dan hampir di pugar ya kak. Tapi aku masih penasaran sama bentrng yang ada di solo, apakah benar akan di ratakan menjadi hotel atau masih bisa bertahan
benteng yang di solo, jogja, bukitinggi pernah … yang jakarta, bengkulu dan batusangkar belum pernah.
malah saya baru tahu kalau di Batusangkar ada Benteng van der Capellen … dan satu lagi … saya juga baru tahu ada Benteng Batavia .. baru disini saya membacanya … jadi penasaran pengen cari tahu tentang Kastil Batavia ini .. koq tidak pernah disebutkan di cerita2 Jakarta kuno ya ..
Kastil Batavia kabarnya mau direstorasi pemerintah daerah …
semoga sajalah, karena lahannya milik salah satu instansi
nanti kalau sudah ke Kastil Batavia jangan lupa posting ya, pengen tahu keadaannya sekarang, krn aku ke sana udah lama, 2011 kl nggak salah
[…] Kerajaan Mataram terpecah belah karena pertikaian perebutan kekuasaan di antara para pangeran. Datanglah VOC menengahi sampai akhirnya terjadi perjanjian Giyanti yang membagi kerajaan menjadi dua wilayah. Akibatnya VOC pun membangun benteng untuk mengawasi kedua keraton, benteng Vastenburg dan Vredeburg. […]
[…] Kerajaan Mataram terpecah belah karena pertikaian perebutan kekuasaan di antara para pangeran. Datanglah VOC menengahi sampai akhirnya terjadi perjanjian Giyanti yang membagi kerajaan menjadi dua wilayah. Akibatnya VOC pun membangun benteng untuk mengawasi kedua keraton, benteng Vastenburg dan Vredeburg. […]